Dear Husna
Kamu akan mati!
Ya, Secepatnya kamu akan lenyap dari dunia ini.
Xx_blood
Surat misterius ketiga datang tanpa pengirim. Tiba-tiba ada ditas. Sama dengan sebelum-sebelumnya. Aku semakin menduga kuat bahwa pengirim bukanlah manusia, melainkan sosok gaib yang tidak menyukai keberadaanku.
Aku mengumpulkan serpihan ingatan perihal kekejaman yang pernah kulakukan selama dipesantren. Membunuh binatang liar tanpa bismillah? Tidak pernah. Mengganggu jin atau semacamnya? Tidak pernah. Membenci guru karena pernah memberi hukum ta'zir kepadaku? Tidak pernah. Melukai teman tanpa minta maaf? Tidak pernah. Lalu apa? Siapa yang ingin melenyapkanku?
Bisa jadi, tanpa sengaja aku pernah melukai dengan ketidaksadaranku. Jika itu makhluk gaib, lantas bagaimana cara aku minta maaf?
Takut, cemas, dan sedih mengaduk-aduk perasaanku. Aku mencoba menyusun kedamaian hati ditengah keadaan genting ini. Angin malam masih menyapaku. Air mataku meleleh. Mengingat segala jalan terjal yang kulewati. Bahkan sampai saat ini, masih seterjal ini jalanku. Andai bukan karena pertolongan Allah, aku sudah binasa dan mati tertikam keadaan. Disaat aku mencoba merajut kesungguhan dan keistiqomahan menyalakan malam, kenapa masih seterjal ini bahkan lebih terjal
"Mungkin perjalanan akan berliku, tapi kabut malam akan memelukmu dengan ramah. Mengantarkan kamu kembali hanya kepada Allah dengan butiran tangis. Disitulah, Allah akan mendekapmu dengan Rahmat-Nya."
Ucapanmu benar mbak Diva, jalanku berliku. Penuh dengan tikungan, curam dan menyeramkan. Apakah aku memang diciptakan untuk menjadi penakluk badai? Aku tak sekuat itu.
Tiba-tiba mbak Diva muncul didepanku. Ia tersenyum manis. "Kesulitan akan menjadikanmu kuat. Kekuatan yang tidak kamu miliki sebelumnya. Kekuatan itu akan muncul tatkala kesulitan itu datang, mintalah pertolongan hanya kepada Allah."
Mendadak ia melesat keudara, terbang seringan kapas. Sangat mulus terbang dan tiba-tiba menghilang. Kerinduan itu terasa sangat pahit, namun tetap saja datang memelukku. Aku rasa dia benar-benar datang dan kembali menasehatiku.
Aku mengambil air wudhu dan sholat seperti biasanya. Butiran air mata mengalir berbulir-bulir meneteskan kisah-kisah pilu yang telah dilalui. Meneteskan harapan-harapan indah masa depan berbingkai permohonan ampun.
"Aku mohon, perbaiki semua urusanku ya Robbi."
Aku sudah tidak bisa memutuskan, aku sangat geram ingin segera menemukan petunjuk siapapun makhluk yang telah mengirimkan surat misterius itu. Seenaknya saja mau mencabut nyawaku, dia kira dia berhak jadi utusan malaikat izroil?
***