SURAT RINDU UNTUK PUTRAKU

Nengshuwartii
Chapter #3

PENDERITAAN

Cerita ditulis sebagai suara hati seorang ibu.

Hidup, nak… tidak selalu menghadiahi kita bahagia. Tidak selalu memberi senyum yang hangat dan tawa yang lepas. Ada saat di mana hidup hanya menyodorkan luka, kepedihan, penghinaan, dan cobaan yang seakan tak ada habisnya.

Namun dari semua itu… ibu belajar satu hal: rahmat Allah selalu lebih luas daripada murka-Nya. Dan karena itu jugalah ibu tetap berdiri sampai hari ini karena keyakinan bahwa Allah tidak pernah meninggalkan hamba-Nya yang bersabar.

Ibu ingin kau tahu, bahwa di balik ketegaran ibu, ada ribuan luka yang pernah ibu sembunyikan. Dan di balik rasa syukur ibu memiliki kalian, ada ribuan kisah yang membentuk ibu menjadi seperti sekarang.


Luka yang Tidak Pernah Ibu Ceritakan

Ibu pernah sangat sedih karena kakakmu. Bukan karena benci, bukan karena marah, tapi karena takut, takut kakakmu terluka oleh kesalahan yang sama seperti yang ibu pernah alami. Dulu, kakakmu dekat dengan seorang laki-laki yang sudah punya istri. Kakakmu bilang mereka hanya teman kerja. Hanya sebatas rekan. Tapi sebagai seorang ibu yang pernah disakiti, ibu paham betapa bahayanya kedekatan yang dibiarkan tumbuh.

Bukan kakakmu yang salah, nak. Tapi dunia ini, kadang memberikan perhatian dan rayuan yang menyilaukan anak-anak muda yang sedang mencari tempat pulang. Ibu sedih… karena ibu tahu kakakmu tumbuh di rumah yang penuh retakan. Dia tumbuh di antara dua orang tua yang tidak lagi saling mencintai. Dia tumbuh tanpa merasakan kedekatan itu, kedekatan yang bisa membuat seorang anak mengerti cara menjaga dirinya.

Tapi lihatlah sekarang, nak…

Betapa kakakmu telah tumbuh menjadi pribadi yang jauh lebih kuat. Walau keras kepalanya masih seperti ayahnya, tapi dia telah melewati masa-masa gelapnya. Dia belajar, bangkit, dan menemukan jalannya sendiri. Ibu bersyukur sekali untuk itu.


Luka Ibu Karena Kamu, tapi Ibu Tak Pernah Menyalahkanmu.

Ibu juga pernah sedih kepadamu, nak. Meskipun kesedihan itu tidak pernah membuat ibu marah. Ibu sedih saat kamu tak langsung bangun ketika ibu membangunkan. Sedih ketika kamu menunda pekerjaan yang ibu minta. Sedih ketika kamu menjawab sesuatu yang sebenarnya ibu tahu jawabannya, tapi ibu ingin kamu tetap mencoba.

Seperti hari ketika air PAM kita mati selama berhari-hari. Ibu hanya ingin kamu menanyakan ke petugas, apakah air sudah bisa mengalir lagi. Ibu tahu jawabannya mungkin tetap “belum”, tapi rasanya… ibu hanya ingin ditemani menghadapi masalah itu. Ibu ingin dibantu, walau sedikit saja.

Ketika kamu menjawab, “Pasti belum bisa, Bu,” hati ibu seperti diremas.

Bukan karena marah.

Tapi karena ibu saat itu sedang tidak kuat lagi.

Ibu sudah lelah bekerja bertahun-tahun, tubuh ibu sakit karena diabetes, ditambah lagi kesulitan keuangan yang datang bertubi-tubi. Ibu menangis malam itu diam-diam, tanpa suara, bukan karena kamu jahat, tapi karena ibu sudah terlalu lelah membawa beban hidup sendirian.

Tapi nak…

Itu hanya satu dari sekian banyak hari dalam hidup kita.

Hanya satu luka kecil di antara lautan kebaikanmu yang membuat ibu bersyukur setiap hari.

Karena sejatinya kamu adalah anak yang sangat baik. Nurut. Lembut. Sopan. Kamu tumbuh dengan akhlak yang membuat ibu menangis bahagia diam-diam setiap malam.


Banyak Kesalahan Ibu, Tapi Ibu Selalu Ingin Belajar.

Ibu pun sering melakukan kesalahan.

Lihat selengkapnya