Malam harinya Karjo kembali kerumah Mei ingin menjumpai Ayah Mei untuk melaporkan pekerjaannya. Di sela waktu, mereka duduk santai milenikmati teh hangat.
"Pak, Mei masih sakit. Gimana kondisinya sekarang ?" Tanya Karjo memeberanikan diri menanyakan anaknya.
"Hm.." hanya terdengar gurauan kecil dari Ayah Mei yang sedang serius melihat selembaran kertas.
Mungkin suara Karjo kurang jelas. Padahal Karjo yakin Ayah Mei mendengarnya. Hanya saja tidak mempedulikan.
"Karjo, kamu yang sering mengatar surat ke anak saya, ya ?" Tanya Ayah Mei.
“Oh, oya Pak.” Karjo tersedak saat meminum teh.
Ternyata ayahnya mengikuti gerak-gerik anaknya ketika mendapatkan surat-surat itu.
"Aku sudah pastikan dia itu lelaki yang jahat. Aku tidak menyukai orang seperti itu. Hanya ingin menganggunya saja. Berani-beraninya dia. Lihatlah sekarang. Dia sakit seperti ini." Cerita ayahnya kepada Karjo.
"Iya, Pak."
“Kamu seharusnya profesional sebagai petugas pos. Lihatlah siapa pengirimnya. Jika tidak, saya akan laporkan ini ke kantormu.” Ucap kembali ayah Mei.
"Nanti coba saya segera cari tau siapa pengirimnya, pak." Tegas Karjo.
***