Surat Yang Tak Terbalas

Lail Arrubiya
Chapter #1

Permintaan Perjodohan

Menikahlah dengan Nala. Ibu yakin dia gadis yang baik dan cocok untuk kamu.

Kalimat itu sudah dua hari mengganggu pikiran Ranggana Bhakti. Seorang Kepala Gudang di sebuah perusahaan susu UHT yang terkenal di negeri ini. Usianya sudah tiga puluh tahun, pekerjaan sudah mapan. Rasanya tak ada alasan bagi Rangga untuk menunda pernikahan. Kecuali perasaan. 

Ini sudah era globalisasi. Teknologi sudah canggih tapi pemikiran ibunya masih kolot. Perjodohan itu kaku. Tak ada cinta. 

Tapi masalahnya, sang ibu yang kesehatannya semakin menurun selalu memohon, lebih tepatnya memaksa. Entah apa yang gadis itu miliki, sampai-sampai sang ibu begitu ingin menikahkan dia dengan putra satu-satunya.

Pukul sembilan malam. Rangga masih betah disini. Meski pekerjaannya sudah selesai, setidaknya disini dia tak mendengar ocehan sang ibu untuk segera menikah.

Baru saja Rangga menyandarkan punggungnya ke kursi kerja, ponselnya berdering tanda sebuah panggilan telepon masuk. Nama Mina, perawat yang bertugas merawat ibunya terpampang di layar ponsel.

“Mas … Mas Rangga, Ibu … masuk Rumah Sakit.”

Ketakutan Rangga mulai timbul lagi. Akhir-akhir ini kondisi ibunya memang sering drop. Sering mengeluh sesak dan sakit di dada. Melihat kondisi ibunya yang sering sakit membuat Rangga takut ditinggalkan.

Mobil Pajero hitam miliknya melaju kencang membelah jalanan kota yang masih ramai di jam ini. Ia harus segera sampai dan memasatikan ibunya baik-baik saja. 

Sampai di Rumah Sakit, Rangga segera menuju ruang ICU. Dari ucapan Mina ibunya sudah melakukan pemeriksaan lab dan langsung masuk ICU karena masih merasa sakit di dadanya.

Dari jauh Rangga melihat Mina yang menatap jendela ruangan sambil menangis. Wanita berusia dua puluh delapan tahun itu memang mudah menangis. Jangankan melihat Bu Ani sakit, menonton drama Korea saja dia bisa menangis semalaman.

“Mas Rangga,” seru Mina dengan lirih.

Rangga mengusap wajahnya, ikut melihat kondisi sang ibu dari jendela ruangan. Dokter dan perawat sedang memasang alat-alat medis, sementara wajah ibunya jelas sedang meringis menahan sakit.

Menikahlah dengan Nala. Ibu yakin dia gadis yang baik dan cocok untuk kamu. Ibu janji, ini permintaan terakhir Ibu. Ibu ga akan minta apa-apa lagi sama kamu. Ibu janji. 

Rangga kembali mengusap wajahnya, setelah mengingat ucapan sang ibu tempo hari. Perasaan takut ditinggalkan semakin besar jika mengingatnya. 

Beberapa saat kemudian Dokter keluar. Sebelum Dokter buka suara, Rangga langsung menyerobot menanyakan kondisi ibunya.

“Kami masih menunggu hasil CT Cardiac. Kami harus memantau Bu Ani beberapa hari kedepan. Apa Ibu sedang ada beban pikiran akhir-akhir ini?”

Rangga tak bisa bilang iya. Karena pasti sumber beban pikiran sang ibu adalah soal dirinya.

“Kondisi psikis Ibu berpengaruh pada kondisi tubuhnya. Jadi, saya harap jangan biarkan Bu Ani banyak beban pikiran. Buat dia rileks dan bahagia.”

Mina melirik ke arah Rangga. Dia juga tahu keinginan Bu Ani soal Rangga yang harus segera menikah.

Rangga hanya mengangguk kemudian masuk menemui ibunya. Sementara Mina menunggu di depan. Wajah Bu Ani masih meringis menahan sakit. Tangannya mengusap-usap dada sebelah kiri.  

Lihat selengkapnya