Surat Yang Tak Terbalas

Lail Arrubiya
Chapter #2

Selda Lestari

Beberapa minggu ini berita di televisi sedang asik membahas pemenang kontes kecantikan nasional. Seorang gadis berparas cantik dengan jenjang pendidikan yang tinggi. Jangan diragukan jika soal penampilan. Dia juara kontes kecantikan. Cantik seperti gambaran pada umumnya, standar cantik negeri ini. Tubuhnya tinggi semampai, kulitnya putih, hidungnya bangir dengan mata bundar yang benderang. Senyum selalu tergambar manis di wajahnya. Sikapnya juga ramah. 

Dua Minggu ini, berita selalu memperlihatkan wajahnya di layar kaca. Membuat para gadis di negeri ini berdecak kagum pada dirinya.

“Lusa, mantan puteri kecantikan, Selda Lestari, mau ke sekolah kami,” ucap seorang gadis yang lamat menatap layar televisi. Menatap kagum sosok pemenang kontes kecantikan nasioanal tahun ini.

“Oh, ya? Dalam rangka apa?” timpal pria yang asik dengan laptopnya di ruangan yang sama dengan gadis itu.

“Dia, kan, masih aktif di dunia sosial, selain jadi model.”

Pria yang tak melepaskan tatapannya dari layar laptop hanya ber-oh.

“Dan ajaibnya, tiba-tiba, kita dapat sumbangan susu UHT dari pabrik Susu Alpha.”

“Karena ada Selda, jadi mereka sekalian promosi?” tebak pria berusia 28 tahun itu.

Gadis itu hanya mengangkat bahu tanpa menoleh kearah kakaknya.

***

Pagi-pagi sekali, Nala sudah siap berangkat ke sekolah sosial tempatnya mengajar. Dresscode hari ini berwarna peach. Warna kesukaannya. 

Ada acara sosial seperti yang ia katakan pada kakaknya, Ikram Ahmadi. Akan ada Selda Lestari sebagai tamu kehormatan serta beberapa staf dari pihak perusahaan susu UHT yang menjadi sponsor dadakan. 

“Ayo, sudah siap?” tanya Ikram yang juga akan berangkat ke tempat kerjanya. 

Sebelum berangkat, Nala wajib berpamitan pada ibu dan ayahnya. Itu seperti mantra untuk mendapat keberuntungan baginya. Doa orang tua.

Nala mengenakan helm dan segera naik ke motor Ikram. Sesekali membetulkan jilbab yang tertutup helm. Berkaca pada spion motor sebelum motor melaju.

“Sudah cantik, kok,” goda Ikram.

Nala menepuk pundak kakaknya. 

“Yuk, berangkat! Bismillah.”

Motor metik besar milik Ikram melaju membelah jalanan kota yang belum begitu padat. Tiga puluh menit lagi mungkin jalanan akan lebih padat dan asap knalpot akan melapisi wajah yang sudah di dempul make-up.

Lihat selengkapnya