Surat Yang Tak Terbalas

Lail Arrubiya
Chapter #3

Permainan Takdir

Berlebihankah jika menganggap kecantikan dan kebaikan adalah bentuk kesempurnaan yang ada pada diri makhluk? 

Semua mata terpana begitu gadis pemenang kontes kecantikan beberapa tahun yang lalu itu datang. Selain cantik, ia juga punya wawasan luas, pendidikan tinggi, latar keluarga terpandang serta jiwa sosial yang tinggi. Seakan tak ada cela untuk aib masuk pada dirinya.

Sesama perempuan saja kagum melihat senyum ramah yang dekat dengan anak-anak. Suaranya merdu, sopan menyapa telinga. Dengan mudah anak-anak bisa akrab dengannya.

Cahaya mirip kilat berulang kali bersinar, moncong kamera tak lepas dari dirinya. Sedangkan sang puteri kecantikan seolah tak mempedulikan sorotan kamera yang membidik dirinya. Ia sibuk berbincang dengan Pak Khoir dan anak-anak yang terkadang tak tahu waktu saat bertanya. Memotong obrolan mereka.

Disaat semua mata tertuju pada Selda, perhatian lain mulai memutus pandangan itu. Rombongan dari perusahaan susu UHT datang. Tiga orang datang dengan setelan jas hitam rapi berdasi. Dua berusia diatas empat puluh tahun dan yang satu sekitar tiga puluhan.

Pak Khoir beranjak bangun menyambut kedatangan mereka. Bersalaman sambil mengucapkan terima kasih. Pak Khoir mengantar para tamu dai perusahaan susu UHT ke kursi mereka. Sejajar dengan sang puteri kecantikan. 

Selda juga menyalami ketiga tamu dari perusahaan susu UHT. Dua orang pertama ia sapa dengan senyum hangat, namun untuk yang satu, ia tersipu. Ada tautan pandangan antara keduanya yang bukan sekedar pandangan tamu kehormatan hari ini.

Selain pada Selda, tamu dari perusahaan susu UHT juga memberi salam kepada para guru, bedanya mereka bersalaman tanpa bersentuhan.

Acara berlanjut, sambutan Direktur Utama perusahaan susu UHT diberikan dan mendapat banyak atensi dari sekitar. Anak-anak tahu kalau hari ini dan beberapa hari kedepan akan ada banyak persediaan susu di sekolah maupun untuk dibawa pulang. 

Hingga mentari semakin terang bersinar, memberi rasa sedikit panas pada mereka yang terpapar sinarnya. Acara selesai. Anak-anak mendapat bingkisan dan amplop berisi uang, segera pergi untuk memamerkannya pada keluarga mereka di rumah. 

Nala yang sudah mengabari Ikram kalau dia sudah selesai, menunggu di gerbang sekolah. 

Tapi ada hal yang baru saja akan di mulai. Sebuah pertemuan dari perpisahan 11 tahun yang lalu. Ketika cinta harus terpisah karena cita-cita. Keduanya baru saja memulai pertemuan itu.

Mobil Pajero hitam mentereng, berlalu melewati gerbang sekolah. Membuat gadis yang sedang menunggu jemputannya datang sedikit menoleh dan memperhatikan mobil mewah itu lewat.

***  

“Apa kabar?”

Kalimat pertama yang terucap setelah 11 tahun tak bertemu.

Restoran dengan musik akustik yang mengiringi makan siang penunjung dipilih. Petikan gitar tak menghalangi pendengaran mereka. Bahkan rasanya, tanpa suara saja mereka bisa mengerti apa yang sedang mereka biacarakan.

“Sangat baik. Kamu?” Selda balik tanya.

Lihat selengkapnya