Di kantin Rumah Sakit.
Tak ada suara berlebih di sini, hanya sesekali terdengar isak saat kerabat atau orang yang tersayang tak terselamatkan. Dua gelas teh hangat yang tak mengepulkan asap tersedia di meja. Sengaja dibuat dengan tambahan air dingin sebagian, agar bisa lebih cepat di minum.
Beberapa saat, keaadaan senyap. Tak ada yang memulai pembicaraan.
Rangga meraih teh dan meneguknya.
“Perkenalkan, saya Ranggana Bhakti,” ucap Rangga sesaat setelah meletakan gelasnya.
“Saya Nala Zahrotu Sitta,” jawab Nala canggung. “Maaf, apa kita boleh bicara lebih santai? Kita bicara bukan untuk membicarakan pekerjaan, kan?”
Rangga mengangguk setuju.
“Benar, kamu salah satu guru di sekolah Pak Khoir?” Rangga memulai obrolan dengan bahasan yang ringan.
“Iya. Dan benar, kamu masih ga ingat aku ada diantara mereka?”
Rangga mencari arah pandang lain. Tak enak hati jika ia menjawab jujur, bahwa ia memang tak ingat Nala ada disana.
“Wajar. Disana terlalu banyak orang, kan? Apalagi ada bintang yang paling bersinar disana.”
Tak ada tanggapan dari Rangga.
“Jadi, Nala … apa ibuku sudah bicara soal … perjodohan kita?” tanya Rangga ragu sekaligus mengalihkan pembicaraan pada intinya.
“Aku rasa obrolan tadi bertujuan kesitu.”
Tangannya memutar gelas teh, seiring dengan otaknya yang sedang berpikir kalimat apa yang harus ia jelaskan pada Nala.
“Aku minta maaf, tapi …”
“Kamu ga mau di jodohkan?” sela Nala.
Tak ada jawaban dari mulut Rangga. Artinya iya. Nala cukup peka dengan kondisi ini. Kini giliran Nala yang memutar otak untuk menjawab. Dia ada dalam keadaan dilema menghadapi perjodohan ini.
“Aku ga masalah. Kita tinggal bilang ini bukan eranya Siti Nurbaya lagi, kan?” jawab Nala santai.
“Kamu yakin ga masalah?” Rangga meyakinkan.
Nala mengangguk seraya meraih gelas tehnya. Sungguh, tehnya sudah tidak hangat.
“Maaf karena aku terlalu cepat mengiyakan keinginan Ibu.”
“Hei, aku tahu niat kamu hanya ingin membahagiakan Tante Ani,” ucap Nala masih menggenggam gelas teh dengan kedua tangannya.
Beberapa saat sunyi lagi.
“Kalau ga ada yang harus dibicarakan lagi, sebaiknya kita kembali ke ruangan Tante.”