“Ibu rasa, resepsi kalian harus segera dilaksanakan.”
Kondisi kesehatan Bu Ani membaik dengan sangat cepat. Ia memaksa segera pulang. Hasil lab juga cukup bagus. Maka tak ada alasan untuk Rangga menunda resepsi pernikahannya.
Malam hari, setelah sore kepulangan Bu Ani.
Jika kemarin Rangga menggelar bed cover di lantai, hari ini sedikit berbeda. Nala yang menyiapkan tempat tidur dadakan itu. Membuat dia yang akan tidur sedikit mengerutkan dahi.
“Kamu ngapain?”
“Aku ga enak hati. Ini kamar kamu, tapi aku yang tidur di kasur. Gimana kalau setiap hari kita gantian?”
“Ga usah.” Rangga meraih bantal yang di pegang Nala. “Nala, karena Ibu sudah di rumah, aku minta tolong. Jangan tunjukkan kalau kita ga tidur bareng. Jangan buat Ibu terbebani dengan keadaan pernikahan kita. Biar kita saja yang tahu ini semua.”
Nala mengangguk mengerti.
“Satu lagi.”
Nala menghentikan langkahnya menuju tempat tidur.
“Setelah resepsi, kita tetap seperti ini. Jangan berharap terlalu indah.”
Nala tersenyum getir.
“Kenapa aku ga boleh berharap kehidupan pernikahan kita akan indah?”
“Nala … sejujurnya, kriteriaku … bukan kamu.”
Nala terkekeh pelan.
“Kriteria? Bahkan kemarin yang meminta aku melanjutkan perjodohan ini, kamu, loh. Kamu masih memikirkan kriteria?” Suara Nala terkendali.
“Kamu sendiri, bukannya kamu menerima perjodohan ini karena putus asa? Akui saja, kita ada di situasi yang sama. Pernikahan ini seperti simbiosis mutualisme buat kita.”
Nala menghela nafas pelan, kemudian tersenyum.
“Tapi mau sampai kapan kita berkompromi begini? Ini pernikahan, kamu sudah mengucap ikrar suci. Bukan kontrak pekerjaan yang sudah ditentukan jangka waktunya. Aku ga mau begitu.”
“Aku ga menganggap pernikahan ini kontrak kerja. Hanya saja, aku ga bisa menentukan sampai kapan kita bersama. Jadi kamu jangan terlalu berharap. Meski pernikahan ini menguntungkan juga buat kamu, tapi aku ga mau kamu sampai sakit hati nantinya.”
Nala melangkah menuju tempat tidurnya tanpa menggubris lagi ucapan Rangga. Obrolan malam ini sudah cukup menegaskan kalau tak ada cinta untuknya. Pernikahan ini hanya kedok untuk menutupi kecemasannya dan kini justru menimbulkan cemas yang lain.
Bagaimana pun kondisi pernikahan Nala dan Rangga yang sebenarnya, keluarga tak boleh tahu. Mereka hanya boleh tahu kalau Nala dan Rangga baik-baik saja.
Waktu resepsi sudah ditentukan. Minggu ini mereka akan menggelar acara resepsi di sebuah gedung. Undangan sudah disebar, persiapan sudah rampung. Hanya perlu menyiapkan mental untuk berpura-pura bahagia di hadapan banyak orang.
Gaun berwarna peach dengan hiasan payet yang elegan membuat Nala berbeda hari ini. Semua keluarga berkumpul. Teman-teman mengajar dan jajaran pengurus Yayasan datang memberi selamat. Banyak yang tak menyangka kalau mereka menikah. Bahkan Jessy meledek tentang sumbangan susu UHT tempo hari karena Rangga sudah jatuh hati pada Nala.