Surat Yang Tak Terbalas

Lail Arrubiya
Chapter #13

Masihkah Ada Harapan?

Ada yang mengejutkan hari ini. Sepulang kerja Rangga menyuruh Nala bersiap untuk pergi berdua. Bukan hanya Nala yang bahagia, bahkan Bu Ani ikut bahagia. Akhirnya kencan pertama mereka bisa terwujud.

Selepas isya, mereka berangkat. Nala sudah menyiapkan diri sebaik mungkin. Riasan tipis dan baju terindah ia kenakan. Senyum terus tertahan di bibirnya. Jika tidak menahan gelora bahagia di hatinya, bisa saja Nala tersenyum lebar sepanjang menunggu waktu berangkat kencan.

Sepanjang jalan tak ada obrolan dari Rangga. Meski Nala sudah mencoba membuka obrolan, namun nihil. Wajah Rangga tertekuk dan alisnya lebih sering berkerut. Lebih mengherankan lagi saat Rangga menghentikan mobilnya bukan di restoran atau mall untuk nonton di bioskop. Rangga berhenti di taman kota yang tak ramai jika bukan malam minggu.

“Kita kencan disini?” tanya Nala ragu.

Rangga menghela nafas berat. Kemudian turun tanpa menjawab pertanyaan Nala.

Nala mengikuti Rangga, hingga menemukan sebuah bangku taman yang kosong, di bawah temaram lampu taman. Udara terasa lebih dingin. Mungkin karena langit mendung yang berpotensi hujan malam ini.

“Kamu menyembunyikan sesuatu dari aku?”

Nala terkesiap, menelan ludah. Nala rasa, ia tahu apa yang Rangga maksud. Sejenak ia tak mampu menatap wajah Rangga. Ada rasa berdosa padanya.

“Aku pernah bertanya sama kamu, kan, Mas. Apa kamu ga mau tau tentang masa lalu aku, sebelum kita sepakat untuk menikah? Kamu jawab, biar kita saling mengenal setelah menikah.”

“Tapi bukan berarti kamu ga menceritakan hal penting seperti ini. Aku kayak beli kucing dalam karung,” bantah Rangga dengan suara yang meninggi.

“Tapi Ibu tahu masa lalu aku.”

Rangga mengusap wajahnya kasar. Berdecak kesal.

“Kamu … mau menutupi aib masa lalu kamu dengan menerima pernikahan ini?”

Hati Nala yang tegar mulai terkikis. Ada renyuhan menyakitkan dalam hatinya.

“Yang terjadi di masa lalu bukan kemauan aku. Aku … aku dilecehkan.”

“Dilecehkan sama pacar kamu sendiri?”

Pertanyaan Rangga seakan meragukan bahwa kejadian itu adalah pelecehan.

Tangan Nala saling bertaut meredam getar di tubuhnya. Air mata turun tanpa suara. Hatinya beristighfar berusaha menguatkan. Menara yang sudah ia bangun demi sembuh dari masa lalunya, goyah di terjang badai.

“Apalagi yang belum kamu ceritakan sama aku?” tegas Rangga.

“Kenapa kamu peduli dengan masa lalu aku, kalau kamu ga menyukai aku? Apa kalau aku menceritakan masa laluku, perasaan kamu akan berubah, jadi menyukai aku? Bahkan hanya karena mengiba? Sepertinya nggak. Kamu seperti jijik menatap aku saat kamu tau masa lalu aku.”

Tak ada pandangan yang bertaut saat ucapan itu terdengar.

Angin mulai semakin terasa dingin. Bulir air mata Nala tak mau berhenti meski berulang kali ia menyekanya.

Suasana hening sejenak.

Lihat selengkapnya