Surat Yang Tak Terbalas

Lail Arrubiya
Chapter #18

Merayu Gugum

Nala terpaksa masuk kerja karena tak ada guru pengganti hari ini. Rangga juga dengan senang hati memberi izin pada Nala untuk berangkat.

Pagi-pagi, kelas Nala sudah heboh saat mendengar ada hadiah kecil dari Jessy. Tiga kotak donat siap dibagikan untuk anak-anak di kelas Nala. Setiap kelas mendapatkan donat yang sama.

Nala tersenyum saat melihat topping donat yang hanya ada tiga varian. Jessy tak ingin membuat pertengkaran di kelas istimewa Nala. Setiap anak mendapat tiga donat dengan tiga rasa berbeda.  Wajah mereka sumringah mendapat donat untuk makan siang.

“Nah, donatnya disimpan dulu, ya. Hari ini, seperti biasa, setiap akhir bulan, kita akan menuliskan apa saja yang kalian ingin sampaikan pada Kak Nala.”

Nala beranjak dari kursinya, membagikan selembar kertas kecil pada setiap anak.

“Silahkan tulis di kertas yang Kak Nala kasih. Ingat, ya, kalimatnya harus sopan.”

Nala mengangkat telunjuk memberi penekanan pada akhir kalimatnya.

Anak-anak diberi waktu lima belas menit untuk menuliskan apa saja yang tak bisa mereka sampaikan pada Nala, baik tentang Nala ataupun teman-temannya. Wajah-wajah takzim mengingat apa yang hendak mereka sampaikan, sesekali Manaf dan Gugun bercanda, saling mencontek apa isi tulisan masing-masing.

Lima belas menit berlalu. Bagi mereka lima belas menit tidak cukup untuk meluapkan emosi yang tak tersampaikan. Tapi apa daya, mereka harus tetap belajar setelahnya.

Sampai bel istirahat terdengar. Pensil dan buku segera mereka tinggalkan. Berlari ke loker masing-masing untuk menyantap donat yang sudah ada dalam pikiran maraca sejak tadi.

“Dengar semuanya! Kak Nala harus ke kantor dulu. Kakak harap kalian istirahat dengan tenang. Oke ? Gugum? Manaf?”

Nala tahu dua bocah itu yang selalu menyulut keributan jika ditinggal Nala.

“Siap, Kak Nala. Kami mau menghabiskan donat ini. Ga mungkin kami usil.”

Gugum terkekeh siap melahap satu donat besar di hadapan mulutnya.

“Ya, Kakak yakin bisa mengandalkan kalian, anak-anak baik.”

Sambil membawa kertas hasil curahan hati anak-anak, Nala beranjak menuju kantor. Disana, deretan kue berbagai jenis tersedia di meja.

“Maa Syaa Allah, banyak banget, Kak?” seru Nala saat masuk kantor.

“Alhamdulillah, penjualan bulan ini melebihi target,” jawab Jessy dengan senyum melebar.

Nala mengambil sepotong bolu pisang. Duduk. Lalu mengucap basmallah bersiap melahap.

“Jessy ini, jadi guru cuma buat sampingan,” seru Pak Khoir yang ikut bergabung.

“Nggak, dong, Pak. Justru yang sampingan itu, toko kue aku. Ini pekerjaan kesayangan aku,” jawab Jessy.

“Saya dengar, kamu mau buka outlet baru di daerah perkantoran kota pusat?”

Jessy tersenyum malu-malu.

“In Syaa Allah, Pak. Masih proses perancangan tempat.”

“Oh, Kak Jessy mau buka cabang baru?” tanya Nala sedikit terkejut.

Lihat selengkapnya