Beberapa hari ini suasana hati Nala sedang berseri. Buatnya, melihat Rangga duduk di meja kerja malam itu sambil membaca sesuatu, sudah menjadi penghiburan baginya. Padahal ia tak melihat jelas apa yang dibaca suaminya.
Tuhan berbaik hati menutup tabir itu. Memberi rasa bahagia agar Nala semakin semangat mengejar cinta Rangga.
Meski tetap mendapat penolakan, Nala tak tak patah arang berusaha melayani Rangga layaknya seorang istri. Baginya, satu kecupan di tangan Rangga, sudah menjadi penyemangat harinya.
Siang itu, jam istirahat sekolah sudah terdengar. Nala tetap di kelas mengawasi anak-anaknya yang sedang asik dengan dunia mereka masing-masing.
Tiba-tiba, pintu kelas Nala terbuka. Jessy nampak dengan wajah tegang. Sedari pagi Nala memang merasa Jessy berekspresi aneh. Senyumannya terasa kaku, apalagi saat menatap Nala.
“Kak Jessy, ada apa? Tumben kesini pas jam istirahat.”
Jessy tak menggubris. Ia menarik lengan Nala keluar kelas.
“Eh, ada apa? Aku mana bisa meninggalkan anak-anak aku.”
Lagi-lagi Jessy tak menggubris. Ia terus menarik tangan Nala hingga sampai di area belakang sekolah yang sepi.
“Nala … kamu … baik-baik aja, kan?”
Nala bingung. Jelas, kondisinya baik saat ini. Justru sangat baik, karena ia merasa suaminya sudah membaca surat yang Nala berikan.
Nala mengangguk yakin, tapi masih dengan wajah yang bingung karena melihat ekspresi wajah Jessy yang cemas.
“Dengar, Nala, aku ga tahu keputusan yang aku ambil ini benar atau nggak. Tapi, aku menceritakan ini supaya kamu ga terluka nantinya.”
Nala masih tak mengerti dengan arah pembicaraan Jessy.
“Nala, hari Sabtu kemarin, di tokoku, aku … melihat suami kamu.”
“Oh, iya. Dia memang terkadang lembur di hari Sabtu, dan … aku baru inget, toko kamu memang dekat dengan kantor Mas Rangga.”
Jessy menghela nafas berat.
“Lihat ini!”
Jessy memperlihatkan layar ponsel miliknya pada Nala. Sebuah foto yang diambil dari jarak jauh. Ada Rangga disana. Bersama Selda.
“Apa kamu ga ngerasa aneh dengan foto ini?”
Nala tersenyum tipis.
“Mungkin mereka ada pekerjaan. Mereka, kan memang pernah bertemu disini. Siapa tau, kerjasama mereka berlanjut.”
“Nala, diam-diam aku sengaja menguping obrolan mereka. Dan kamu tau, mereka akrab.”
“Mungkin mereka memang sudah kenal sebelumnya.”