Sekitar enam tahun yang lalu, Nala pernah terbuai oleh manisnya cinta. Cinta pertama yang membuatnya mudah saja menerima setiap ajakan sang kekasih.
Hari itu, selepas acara perpisahan sekolah. Anak-anak kelas Nala mengadakan pesta perpisahan sendiri. Inisiatif ketua kelas. Mereka sepakat menginap di sebuah villa di puncak.
Orang tua Nala sudah melarang Nala untuk ikut pesta itu. Tapi Nala dengan keras kepalanya bersikukuh ikut, meyakinkan orang tua dan kakaknya kalau ini hanya acara remaja biasa.
Dengan berat hati, orang tuanya mengizinkan.
Seperti acara remaja pada umumnya. Pesta itu diisi dengan karoke bersama, bermain game untuk seru-seruan dan ada sedikit yang melenceng, beberapa siswa sengaja membawa alkohol. Salah satunya, Marcel. Ia ikut dalam geng murid yang cukup terkenal karena kenakalannya.
Pukul sebelas malam. Banyak yang sudah terlelap karena lelah bermain dan udara sejuk yang membuat tidur lebih nyaman, berselimut tebal. Tapi Nala tidak. Marcel mengajaknya ngobrol di teras villa. Tangan mereka terus bertaut, mentransfer hangat lewat genggaman.
“Nala, rasanya aku ga mau kuliah di luar kota. Hubungan kita gimana?”
“Ya, tetap seperti ini. Kita bisa pacaran jarak jauh, kan. Bukannya itu lagi hits? LDR.”
Nala tersenyum, menanggapi enteng ucapan Marcel.
Marcel menatap wajah kekasihnya lamat-lamat. Tangannya menyeka poni milik Nala ke pinggir.
“Kamu ... sangat cantik Nala.”
Ucapan itu membuat Nala merona. Udara dingin membuat Marcel ingin kehangatan lebih dari Nala. Wajahnya perlahan mendekat.
“Marcel,” ujar Nala berusaha menghindar. Ia merasa tahu Marcel akan melakukan apa.
“Kenapa?” Marcel juga peka kalau Nala menghindarinya. “Kamu belum mau memberikan ciuman pertama untuk aku?”
“Sudah malam, kita tidur aja.”
Nala benar-benar harus menghindar. Nala tahu, ia mencintai Marcel, tapi ia juga sadar hal berlebih akan membawanya keluar dari batas kewajaran.
Malam kian larut, makin sunyi. Tapi Nala masih belum bisa tidur. Dia sedikit khawatir kalau Marcel akan marah karena ia menghindar tanpa menjelaskan maksudnya.
Saat kecemasan melanda, ponselnya berdering. Nama Marcel ada di layar.
“Hallo?”
Tak ada jawaban.
“Marcel?”
“Nala ... aku ngerasa ga enak badan. Bisa temani aku?”
Mendengar itu Nala bergegas keluar kamar. Menuruni anak tangga. Tak ada yang terjaga di jam ini, ruang tengah villa sepi. Beberapa anak lelaki memang ada yang sengaja tidur disana.
Nala mencari Marcel di teras. Baru saja keluar, tangan Nala langsung di tarik Marcel. Membuat Nala masuk dalam pelukan Marcel.