Nala terpaku melihat pria yang menggeser tubuhnya. Ia membeku beberapa saat. Hingga tangisan Sheila jelas terdengar, ia masih membeku.
“Kak Nala …” seruan Sheila membangunkan Nala.
Rasa cemasnya terhadap Sheila ternyata lebih besar daripada luka dalam hatinya. Nala bergegas masuk. Menyaksikan Sheila dengan rambut berantakan dan badan yang basah menangis sangat kesakitan. Wajahnya lebam, mata kirinya memar dan ada darah di ujung bibirnya. Ayah Sheila terlihat memegang sebuah tongkat kayu bekas gagang sapu yang patah.
“Sheila …” seru Nala panik seraya mendekati Sheila.
Kaki Nala bahkan belum sampai pada Sheila, tapi ayah Sheila sudah melayangkan tangan bersiap memukul Nala dengan tongkat sapu yang patah.
Beruntung pria yang mendobrak pintu – yang tak lain adalah Marcel, menahan tangan ayah Sheila dan segera mendaratkan pukulan tangan kiri ke perut ayah Sheila. Membuat ia jatuh tersungkur.
Nala menggunakan kesempatan itu untuk menghampiri Sheila dan membawanya menjauh.
“Jangan ikut campur!” sergah ayah Sheila semakin murka. Kembali mengambil tongkat sapu yang patah untuk memukul Marcel.
Bakat bertarung saat SMA masih terlatih dengan baik. Tangannya kuat menangkis tongkat sapu yang patah dan kembali melayangkan pukulan telak di perut.
Kali ini ayah Sheila kesakitan. Pukulan tangan kanan Marcel lebih kuat tenaganya.
“Saya akan laporkan Bapak atas kasus kekerasan pada anak, juga penyerangan pada perempuan,” tegas Marcel dengan suara terkendali.
“Ini belum seberapa. Yang Bapak lakukan sama anak Bapak lebih menyakitkan.”
Marcel masih menahan tangan ayah Sheila saat Sheila menangis menahan sakit. Ada darah mengotori tangan Nala yang memeluk Sheila.
Nala beristighfar pelan melihat banyak darah yang juga mengotori lengan bajunya.
“Kak Nala … sakit,” tangis lirih Sheila mulai membuat Nala cemas.
“Kita ke Rumah Sakit, ya,” ucap Nala membantu Sheila bangun.
“Naik mobil aku aja,” sela Marcel saat Nala hendak melangkah.
Sejenak Nala menatapnya jeri. Sesaat kemudian menggeleng tanpa mengeluarkan suara.
“Butuh waktu buat nunggu taxi atau pesan taxi online.”
Marcel masih berusaha membujuk Nala.
Belum Nala menjawab, dari kerumunan warga sekitar yang penasaran saat mendengar keributan di rumah Pak Jaya, Jessy datang bersama seorang pria bertubuh kurus dengan kopiyah hitam.
“Saya RT disini, Pak,” ucap pria paruh baya itu.
“Saya akan kirim kuasa hukum ke kantor polisi. Saya minta tolong, Bapak bisa membawa dia ke kantor polisi.”
Pak RT mengangguk-angguk setuju. Sedikit bilang kalau selama ini dia memang merasa resah dengan sikap Pak Jaya yang kasar terhadap keluarganya. Namun tak ada yang berani melaporkannya.
Seorang pria bertubuh tinggi besar membantu Pak RT membawa ayah Sheila ke kantor polisi.
Sementara Nala sudah tak terlihat sana. Marcel segera mengejar Nala, disusul oleh Jessy.