Beberapa orang yang ada di toko kue sedikit terkejut begitu melihat Ikram memukul wajah Rangga. Di tambah tamparan Jessy. Wajah Selda yang paling terkejut, tak mengerti kenapa mereka berdua melukai Rangga.
“Sejak kapan kamu melakukan ini pada Nala?!” ucap Rangga geram.
“Kita bicarkan di tempat lain!” Rangga kembali mengulangi ucapannya.
“Nggak perlu! Hari ini Nala aku bawa pergi!” kata Ikram dengan emosi yang tertahan.
Meninggalkan semuanya dan pergi menuju Nala.
Ikram adalah seorang Kakak yang sangat menyayangi adiknya. Sedari kecil mereka memang tumbuh bersama dengan rasa kasih sayang yang dalam. Dari dulu, Ikram tak pernah suka jika adiknya disakiti. Sekuat tenaga mengusir sedih yang dirasa Nala. Apapun caranya.
Ikram memang ragu akan cerita Nala tentang Rangga. Tapi tak pernah terbayangkan Rangga akan menyakitinya hingga seperti ini. Senyuman Nala memang hanya topeng, ceritanya hanya dongeng penenang buat Ikram.
Emosi menguasai hatinya. Marah, kecewa dan sedih bercampur hingga membentuk bulir air di ujung matanya. Membayangkan rasa sakit yang akan diterima Nala.
Sesampainya di depan rumah Rangga, Ikram di persilakan masuk oleh Mina. Orang di rumah ini sudah kenal Ikram.
“Loh, Ikram … ada apa? Tumben kesini ga ngabarin dulu?” tanya Bu Ani.
“Aku mau bawa Nala pulang,” ucap Ikram berusaha tetap sopan pada Bu Ani.
Wajah Bu Ani seketika berubah bingung.
“Ada apa? Ayah kamu sakit?”
Ikram menggeleng.
Tak lama Nala datang setelah mendengar suara Ikram. Nala menyambutnya dengan wajah bingung seperti Bu Ani. Heran Ikram datang.
“Nala, ikut aku pulang!” Ikram menarik tangan Nala.
Nala menahannya.
“Ada apa? Kenapa aku harus pulang?”
Tatapan Nala membuat perih di hati Ikram bergejolak. Mati-matian berusaha menahan air matanya agar tak turun.
“Pulang sama aku. Jangan memaksakan diri.”
Air mata yang turun dari mata Ikram menambah kebingungan semua yang ada disini.
“Dari awal aku memang ragu sama perjodohan ini. Sama cerita kamu juga aku ragu. Tapi aku berusaha percaya kalau dia benar-benar akan membahagiakan kamu.” Ikram menyeka air matanya. “Nala … kamu harus tau ini, daripada kamu berlarut-larut di bohongi. Nala … suami kamu, dia … selingkuh.”
Semua yang ada di rumah ini terkejut. Termasuk Nala. Tapi ia terkejut karena tak menyangka Ikram bisa tahu soal ini.
“Darimana Bang Ikram tau?”
Mata Nala tegas, membuat Ikram semakin merasa sakit. Adiknya telah mengetahui kalau suaminya selingkuh.
Ikram beristigfar dengan suara lirih.
“Kamu tau suami kamu selingkuh dan kamu diam aja?”
“Nala …”