Pagi-pagi sebelum Rangga berangkat ke kantor, Nala menyodorkan surat yang semalaman ia buat bertemankan isak perih. Tapi pagi ini, air mata itu bahkan tak terlihat jejaknya. Tertutup senyum manis yang sengaja Nala berikan agar tidak menodai pagi Rangga.
“Dua hari ini kita jarang bicara. Eh, memang setiap hari kita jarang bicara, sih. Tapi kali ini, sangat jarang.” Nala berusaha membuat matanya berbinar.
“Aku ga mewajibkan kamu membalasnya. Yang penting, kamu tahu isi hati aku.”
Rangga menerimanya, sedikit mengingat. Surat pertama dari Nala bahkan belum ia baca. Tersimpan rapi di laci meja kerjanya, bersaing bersama puluhan artikel dan majalah tentang Selda Lestari.
“Nala, kamu bisa membujuk Ibu agar mau bicara dengan aku?” tanya Rangga tanpa membahas soal surat.
“Tapi, Ibu juga belum mau bicara sama aku. Setiap aku bicara, Ibu hanya menjawab seperlunya.”
Rangga menghela nafas. Menyadari kalau kali ini Ibunya benar-benar marah besar.
“Bagaimana kalau kita bicara jujur saja sama Ibu. Soal perasaan kamu … dan, aku bisa bilang kalau aku … ga pernah … menyukai kamu,” ucap Nala terbata, karena hati dan lisannya tak seiring.
“Lantas?” tanya Rangga.
“Kita bisa … hidup masing-masing.”
Setelah mendengar ucapan Selda soal Rangga yang tersiksa karena perjodohan ini, rasa bersalah Nala membuncah. Mungkin, Selda benar soal Rangga yang tersiksa, karena Nala sulit sekali melihat senyum di wajah Rangga.
Rangga menelah ludah. Sedikit berpikir, bukankah ini yang selama ini ia ingini. Berpisah dengan Nala dan kembali pada Selda. Nala juga mau membantunya bicara pada sang ibu.
Belum Rangga mendapat jawaban atas tawaran Nala, pintu kamar di ketuk kasar oleh Mina yang memanggil Rangga dan Nala.
“Kenapa?”tanya Rangga setelah pintu dibuka.
“Ibu, Mas. Dadanya sakit lagi.”
Rangga tak menunggu Mina menjelaskan panjang lebar. Menyingkirkan tubuh Mina yang menghalang di bingkai pintu. Segera berlari ke kamar Ibunya. Nala dan Mina menyusul.
Di kamar, terlihat Bu Ani meringis menahan sakit di dadanya. Seperti di tusuk ribuan jarum hingga menembus belikatnya.
Rangga duduk di samping Ibunya dengan raut penuh kecemasan.
“Semalam Ibu bilang dadanya sakit, tapi ga lama hilang. Aku udah ngajak Ibu ke Rumah Sakit, tapi katanya sudah enakan,” terang Mina.