Nala tak mengetahui kalau perpisahan akan menyapa siapa terlebih dahulu.
Tepat selepas ashar, saat Nala dan Rangga selesai menunaikan sholat ashar, Dokter dan perawat berlarian ke arah kamar Bu Ani. Rangga berlari meninggalkan Nala. Di luar, Mina sudah terisak dengan wajah yang basah.
Beberapa saat semuanya dipenuhi kecemasan, melihat Dokter memberi penanganan pada Bu Ani.
Tak lama, perawat keluar dan menanyakan siapa yang hendak masuk ke dalam menemani Bu Ani.
Ketakutan menjalar seketika. Rangga maju tak perlu menanyakan persetujuan yang lain. Matanya basah seketika, melihat Ibunya terkulai lemah dengan segala alat bantu medis.
Tangan Rangga menggenggam erat tangan ibunya. Melafazkan kalimatulloh berulang kali, dengan lirih penuh ketakutan.
“Rangga … maafkan, Ibu, Nak.”
Kecil sekali suara Bu Ani, tapi terdengar jelas di telinga Rangga. Bukan itu yang ingin ia dengar, ia hanya ingin Ibunya kuat.
Lirih, terdengar suara Bu Ani mengucap kalimatulloh. Dan hembusan terakhirnya terlihat jelas di depan mata Rangga. Membuat Rangga terbelalak tak ingin percaya. Hinga suara EKG yang memekakkan telinga menyadarkannya.
“Ibu … bangun. Bu … Rangga janji ga akan membuat kesalahan lagi.”
Tak ada jawaban. Percuma. Ibunya sudah pergi.
Dokter membiarkan Rangga dengan kesedihannya. Keluar, memberi tahu Nala dan Mina bahwa Bu Ani sudah tiada.
Tak berbeda dengan Rangga, Nala dan Mina menangis seketika. Nala memilih segera masuk, melihat keadaan Rangga.
Suaminya berlutut, sambil membenamkan wajahnya di tangan dingin Bu Ani. Menangis dengan isak yang menyakitkan. Perlahan Nala mendekat, membelai rambut Rangga perlahan, ikut terisak di sampingnya.
Kabar meninggalnya Bu Ani sudah diterima keluarga Nala dan seluruh rekan kerja keduanya. Prosesi pemakaman segera dilakukan.
Sakit sekali melihat Rangga yang berulang kali berusaha menyeka air mata yang sulit berhenti menetes. Bahkan saat semua pelayat sudah meninggalkan pemakaman, Rangga masih setia disana.
“Bu … Pak … aku, masih harus menemani Mas Rangga. Kalian pulang duluan saja,”
“Kamu baik-baik saja, Nak?” tanya Ayah Nala terlihat penuh kekhawatiran.
Nala melirik ke arah Ikram. Bertanya lewat sorot matanya, apa Ikram memberi tahu orang tuanya soal perselingkuhan Rangga?
Ikram menggeleng samar, mengerti arti sorot mata Nala.
“Aku ga apa-apa, Pak.”
Setelah keluarganya pulang, Nala kembali menemui Rangga yang masih termenung menatap nisan Ibunya. Masih dengan air mata yang turun dengan deras, tanpa suara. Menyakitkan.