Sehari setelah video Selda dan Rangga yang dipukul Ikram beredar, tanpa sengaja Marcel melihat berita itu. Dia tidak mungkin lupa dengan wajah pria yang tiba-tiba datang menggenggam tangan Nala di hadapannya. Di tambah kejadian itu terjadi di toko roti Jessy. Dengan sedikit memaksa, ia meminta Jessy menceritakan kejadian sesungguhnya.
Hingga akhirnya Marcel mengerti, kenapa Ikram semarah itu pada Rangga. Sama seperti kemarahan Ikram pada dirinya.
Tapi, Marcel tak mengerti kenapa ada amarah di hatinya. Harusnya ini sudah bukan urusannya lagi. Bahkan Nala tak ingin bertemu dengannya.
Cinta di hati Marcel lah yang membuatnya marah. Perempuan yang ia cintai, disakiti dan mau bertahan. Mengikis hati dengan penderitaan melihat suaminya mencintai perempuan lain.
Marcel berandai, jika saja Nala mau berpisah dengan Rangga, maka ia akan menjadikan Nala satu-satunya perempuan yang ia cintai. Tak ada ruang untuk perempuan lain.
***
Pukulan Rangga membuat Marcel sedikit sempoyongan. Tapi pukulan itu tak terasa sakit bagi Marcel, hatinya lebih perih sekarang. Melihat Nala datang dengan pria yang menyakitinya.
Pukulan dari Rangga menjadi jalan untuk melampiaskan kemarahan Marcel.
Tanpa menunggu lagi, Marcel membalas pukulan Rangga tepat di wajahnya. Rangga belum bersiap membalas, masih menahan tubuh agar tak jatuh, tapi Marcel dengan kemarahannya kembali menghujani Rangga dengan pukulan di perut berkali-kali. Tak puas dengan itu, Rangga yang sudah terkapar kembali mendapat pukulan di wajahnya.
“Dasar bodoh! Wanita sebaik Nala, kamu sakiti! ” tegas Marcel setelah melepaskan pukulan di wajah Rangga.
“Cih, menyakiti? Siapa yang membuat Nala menderita selama ini? Yang membuat Nala sampai depresi? Yang merenggut kesucian Nala?!”
Mendengar itu Marcel semakin gusar. Kembali memukul Rangga tanpa memberi kesempatan Rangga membalas.
“Dengar! Kalau kamu masih berniat menyakiti Nala, lepaskan dia. Biar aku yang menjaga Nala.”
Marcel mengancam dengan menarik kerah kemeja Rangga yang sudah sangat berantakan.
Rangga terkekeh dalam balut wajah yang babak belur.
“Bagaimana bisa kamu menjaga Nala? Bahkan Nala ga mau ketemu kamu.”
Marcel berteriak gusar menerima kenyataan yang diucapkan Rangga. Melepaskan kerah kemeja Rangga dengan kasar.
“Kamu benar, aku memang yang membuat Nala menderita. Tapi aku berniat memperbaikinya. Ucapan aku bukan bualan. Kalau kamu ga berniat serius dengan rumah tangga kalian, biarkan Nala bahagia dengan orang lain.”
Setelah ucapannya itu, Marcel pergi meninggalkan Rangga yang penampilannya jauh berbeda saat ia berangkat dari rumah.
Rangga mendengus kesal. Ia bangkit sambil menepuk-nepuk celana dan jas donkernya yang penuh debu. Menyeka darah di ujung bibirnya.
Beberapa orang yang baru saja lewat hanya melihat dengan tatapan sedikit heran. Apa yang membuat keduanya berkelahi. Tapi tak ingin masuk dalam perkelahian dua orang yang sama sekali tidak terlihat seperti preman dari penampilannya.
Rangga pikir, ia tak mungkin masuk kantor dengan keadaan seperti ini. Semoga kantornya bisa memaklumi.
Tapi, baru saja ia berpikir untuk izin, ponselnya berdering. Direktur perusahaannya yang langsung menelpon. Rangga yakin, ini urusan serius jika sang Direktur menelepon langsung.
“Iya, Pak,” sapa Rangga setelah sedikit berdehem, mengusir suara kesalnya.
Rangga menghela nafas gusar. Kini kepalanya ikut berdenyut nyeri. Pagi yang brutal buat Rangga.
Ia harus segera ke kantor. Namun, penampilannya harus diperbaiki. Setidaknya pakaiannya saja. Karena memar di wajahnya tidak akan bisa disembunyikan dalam hitungan menit.
Rangga menyempatkan berganti pakaian dan merapikan rambutnya. Sedikit mengompres wajahnya dengan es batu agar memarnya memudar.