Berita di televisi masih menayangkan gosip tentang Selda yang katanya menjadi orang ketiga. Pernyataan acara gosip itu tak sepenuhnya salah. Selda memang hadir sebagai orang ketiga, meski awalnya ia tak tahu-menahu soal pernikahan Rangga.
Setiap ditemui wartawan, Selda tak banyak bicara. Hanya sesekali tersenyum. Sepertinya ia tak ingin menyangkal bahwa memang ada hubungan spesial antara dirinya dan Rangga. Meski pihak management sudah berusaha menutup berita itu, tetap saja masih ada media gosip yang jeli memperhatikan setiap gerak-gerik Selda.
Malam ini, Rangga kembali menerima telepon dari Selda. Ia sengaja keluar kamar. Rasanya tidak nyaman menerima telepon dari Selda sementara ada Nala disini.
Nala juga mengerti, jika itu telepon dari Selda. Sakit memang, tapi mau apa lagi. Sepertinya hubungan Selda dan Rangga sulit diakhiri.
Setengah jam sudah Rangga keluar untuk menerima telepon dari Selda. Hingga saat Nala hendak tidur, Rangga masuk. Membuat Nala mengurungkan niatnya untuk merebahkan badan.
“Nala … bisa kita bicara?” Suara Rangga terdengar berat.
Nala tahu pembicaraan ini sama beratnya dengan suara Rangga. Ia mengangguk seraya bangun. Duduk di ujung tempat tidur diikuti Rangga di sampingnya.
“Nala, hari ini aku mau bicara soal perasaan.”
Nala tersenyum, tapi bukan senyum bahagia. Ia tahu ini bukan soal perasaan yang ia inginkan.
“Sejauh ini aku memang belum menyukai kamu.”
Nala tersenyum lagi. Tikaman pertama dari ucapan Rangga.
“Perasaan kamu, aku harap perasaan kamu belum berkembang jauh.”
Tikaman kedua.
“Kita …”
“Mas … perasaan aku buat kamu sudah tumbuh. Kalau kamu belum, memangnya kamu ga mau berusaha menumbuhkan perasaan untuk aku?”
“Ini yang terbaik buat semuanya. Aku ga mau melukai perasaan kamu terlalu jauh, karena di hati aku masih ada Selda.”
“Harus aku yang pergi? Ga bisa kalau dia datang dan aku tetap di sini?”
Nala menahan genang air matanya. Tikaman ketiga belum muncul, tapi rasanya sudah menyakitkan. Sudah terasa hancur perlahan.
“Makin banyak saja yang terluka kalau begitu.”
Sempurna. Air mata Nala jatuh, seketika deras. Tikaman terakhir telak menghancurkan hati yang selama ini dia bangun untuk bertahan.
“Kamu fikir aku ga terluka dengan perpisahan ini?” tanya Nala dengan isak perih.
Rangga terdiam. Hatinya juga sakit. Tapi jika dipaksakan Rangga khawatir akan semakin menyakitkan buat Nala. Cintanya pada Selda masih ada. Bisa saja semakin berkembang nantinya. Pun pada Nala, ada bagian hatinya yang terisi oleh Nala.