Sore hari, sepulang kerja, Rangga menyempatkan diri menjenguk Selda di Rumah Sakit. Dengan buket bunga kesukaan Selda di tangan, ia hendak membuka pintu. Namun, belum sempat Rangga membuka, seorang wanita yang usianya tak jauh berbeda dari Selda, berseru memanggil nama Rangga. Membuat Rangga urung membuka pintu.
“Pak Rangga, bisa kita bicara sebentar,” ujarnya.
Rangga tak menolak, ia tahu perempuan itu adalah manager Selda. Membuat Rangga mengiyakan keinginannya untuk bicara. Di kantin Rumah Sakit, dengan dua gelas kopi di meja manager Selda tak banyak basa-basi.
“Saya sudah berusaha bicara pada Selda soal hubungan kalian. Saya ga habis pikir, perempuan secerdas Selda bisa dibutakan oleh cinta. Menggelikan. Harusnya kalian mengerti, kalau Pak Rangga sudah berkeluarga, ya, sudah. Cinta kalian di masa lalu, hanya cerita dulu. Kalian hanya perlu melanjutkan cerita masing-masing.”
Rangga hanya diam menatap perempuan itu. Sehingga yang dipandang merasa tak enak sudah menyerocos bicara.
“Ya, saya mengerti, ini urusan hati, kan? Tapi coba berpikir jernih. Selda sampai bertengkar dengan orang tuanya karena masalah ini. Belum lagi ocehan netizen di media sosial. Semua itu membuat Selda drop.”
“Maaf sebelumnya, kalau saya membuat keributan di keluarga Selda. Tapi saya janji, masalah ini akan segera selesai.”
Rangga tak berniat bicara terlalu lama dengan manager Selda. Ia harus segera menemui Selda.
Perempuan tiga puluh tahun itu tersenyum bahagia melihat kedatangan Rangga. Buket bunga mawar merah berukuran besar diberikan sebagai hadiah, berharap Selda menyukainya.
Tentu saja Selda menyukainya. Bahkan sangat menyukainya. Kehadiran Rangga saja sudah menjadi pengobat rindu baginya.
“Bagaimana kabar kamu?” tanya Rangga.
“Sehat, begitu melihat kamu datang.”
Rangga tersenyum mendengarnya.
“Sel, aku sudah bicara pada Nala. Soal perasaanku, soal perpisahan kami.”
Selda terbelalak mendengarnya.
“Kamu … benar akan berpisah dengan Nala?”
Rangga mengangguk pelan.
“Nala setuju?”
“Mau tidak mau, dia harus setuju. Ini juga demi dia.”
“Lalu kamu, bagaimana dengan perasaan kamu terhadap Nala?”
Rangga tersenyum. Ia mengerti kalau Selda juga menyadarinya.
“Ada bagian hatiku yang mulai menyukainya. Tapi rasa suka itu ga melebihi perasaanku sama kamu. Aku tahu, ini terdengar jahat. Tapi … kalau memaksakan bersama, hatinya akan semakin tersakiti.”
Selda tersenyum prihatin.
“Sebenarnya, aku cemburu mendengar kamu bilang begitu. Kamu begitu peduli pada Nala.”