Surau Tuo

Harli Handa Hidayat
Chapter #3

Bulan Muharram

Berbulan setelah keberangkatan Hamdan. Tidaklah banyak yang berubah dalam beberapa bulan belakangan ini. Hasil panen sawah dan ladang saja yang sedang kurang baik. Hama tanaman belakangan ini semakin kuat menyerang. Tikus beribu – ribu jumlahnya menyerang padi penduduk. Ladangpun diserang ulat yang memakan daun – daun tanaman. Banyak petani yang merasa kewalahan menghadapinya. Agak berkuranglah pendapatan orang – orang di kampung jikalau sudah begini. Adalah bulan muharram masa itu. Musim pacekliklah kata orang ramai. Para petani banyak yang gagal panen, kalau telah seperti ini banyaklah yang menggadai. Motor, teve, radio, perabot dapur dan barang – barang berharga lainnya banyak yang berpindah ke tempat – tempat penggadai. Kalau tidak seperti itu dengan apa akan hidup? Dengan apa sawah ladang akan diolah lagi. Setidaknya semua itu hasil panen – panen dalam setahun yang lalu. Miris sekali memang, hasil panen yang ditabungkan sekian lama harus terkuras dalam waktu yang tak lama.

Dalam keadaan seperti itu datanglah seorang yang telah lama tak tampak di kampung ini. Seorang yang namanya tak banyak diketahui orang ramai. Panggil saja dia dengan nama Kulih. Dia datang membawa orang – orang dari kota. Terlihat berbeda orang – orang yang dibawanya itu . kulit mereka putih – putih , mata mereka juga kecil – kecil bak kena sengat tebuan. Kulih datang membawa kabar untuk membuka tambang bijih besi di bukit Batu kucing. Bukit yang memagari kampung ini. Katanya orang – orang yang ia bawa itu telah melakukan survey mengenai lokasi tepatnya, dan hendak menjadikan orang – orang di kampung sebagai pekerja di tambang dengan upah yang tinggi. Berduyun – duyun lah orang sekampung berkumpul di lapangan nagari kala itu. Mendengarkan dengan khidmatnya apa yang disampaikan oleh Kulih. Penampilannya memanglah sangat meyakinkan. Memakai kemeja dan celana yang benar – benar rapih, bersanding dan tak ada kusutnya barang segarispun. Layaknya investor yang memiliki uang banyak. Rencananya tambang itu akan dibuka dalam satu bulan ke depan.

Kabar dalam dua hari belakangan ini sampai juga lah ke telinga Engku guru di surau. Sebab sepanjang hari itu sajalah pembicaraan orang di kedai – kedai. Di kampung sekecil itu memang cepat sekali semua orang tahu tentang sebuah isu. Dari pandangan mereka orang – orang yang tak pernah kenal dunia pendidikan tentu berita bagus baginya. Mendapat upah yang besar, memakai baju seragam, dan mendapat libur sekali tiga bulan. Tak terbayang olehnya apa yang akan terjadi setelah itu.

Hal itu dibahas jugalah di surau tuo tempat Kitiang, Airil dan Hafiz mengaji. Setelah selesai mengaji duduklah mereka berempat di dalam surau membentuk lingkaran. Engku gurulah yang membuka cerita kala itu.

‘ apa pandangan kalian tentang pumbukaan tambang itu?’ tanya Engku guru sambil memilin rokok daun enau nya.

‘ saya sangatlah bersemangat mendengarny Engku, tak sabar rasanya menunggu tambang itu dibuka’

Lihat selengkapnya