Surealis Bawah Sadar

Lukita Lova
Chapter #7

HARI KETIGA : Mielitis Transversa

Saat terjadi sebuah pertikaian, banyak yang tertarik untuk menyaksikan. Kenapa? Karena mereka tidak terlibat. Namun, mereka bisa menjadi yang paling menghakimi. Saat seseorang menceritakan tentang sebuah misteri, banyak yang tertarik untuk mendengarkan. Kenapa? Karena mereka tidak terlibat. Namun, mereka bisa menjadi yang paling penuh teori.


▬▬▬

Musuh terbesar diri sendiri adalah diri sendiri. Ego seseorang mampu mendorong diri sendiri untuk membenci yang lain sampai berniat mencelakai bahkan menyabotase diri. Aku yakin bukan aku satu-satunya yang sempat mengalami yang kedua–aku benci yang ini, tapi juga benci yang pertama. Aku benci siapapun yang ingin mencapai segalanya dengan menyingkirkan orang lain.

Ada saat dimana penyakit Zidni akhirnya ditemukan. Zidni yang awalnya dikira sakit tanpa alasan, kini mulai bisa mendapat pengobatan lebih spesifik. Namun, keberadaan wanita bergaun merah yang menjadi dalang atas penyakit Zidni tetap harus disingkirkan. Hal ini disampaikan oleh beberapa kerabat yang menyadari entitas tak kasat mata yang tidak ramah di rumah kami dan mengikuti Zidni sampai ke rumah sakit.

Bagi beberapa orang yang tidak mempercayai entitas tak kasat mata, mereka mungkin akan berpikir semacam ini: Cuma sakit biasa kok bawa-bawa setan. Bagi yang mempercayai, mereka akan lebih banyak bertanya tentang entitas itu: Wujudnya seperti apa? Persembunyiannya dimana? Apakah bisa diajak bicara?

Tidak ada yang mengetahui tentang wanita bergaun merah kecuali beberapa orang tertentu. Akupun tidak diberi tahu. Aku tahu sendiri setelah sosok itu datang ke mimpiku entah untuk tujuan apa. Akan tetapi, akulah yang pertama tahu bahwa sosok itu adalah wanita bergaun merah dengan punggung berlubang. Suatu hari di rumah sakit saat menjaga Zidni, ibu memberitahu jika di rumah sedang dilakukan semacam penyelidikan. Ibu bilang kalau rumah kami mungkin mendapat kiriman. Aku bertanya tentang apakah sosoknya adalah seorang wanita dengan punggung berlubang? Ibu menjawab kalau itu belum jelas, tapi kemudian dia bertanya padaku:

“Kata siapa? Kok kamu bisa kepikiran begitu?”

Akupun menceritakan mimpiku. Pada jam besuk di hari yang sama, beberapa kerabat datang untuk membesuk sekaligus memberi kabar. Dan katanya … mimpiku benar. Aku menyadari maksud mereka yang berkata: Kamu sudah bertemu dengannya (sosok wanita bergaun merah).

▬▬▬

13 NOVEMBER 2016

Dalam arsitektur ada yang disebut core yang menjadi pusat bangunan tinggi. Di dalam core biasanya berisi poros lift dan tangga. Jika pusat gedung ini rusak, maka gedung pun tidak lagi kokoh. Jika core adalah penyangga utama gedung, maka yang menjadi penyangga utama dalam tubuh manusia adalah tulang belakang.

Siang itu dokter memberitahu bahwa penyakit yang Zidni idap adalah mielitis transversa yaitu penyakit peradangan pada sumsum tulang belakang yang menyebabkan kelumpuhan dan mati rasa. Penyebab Zidni lumpuh akhirnya ditemukan. Ibu cukup lega karena dengan begini dokter bisa memberi pengobatan yang lebih sesuai. Namun, tampaknya Zidni masih sedih. Sejak pagi setelah menangis, dia belum menemukan semangatnya lagi.

Setelah mendengar kabar bahwa pagi tadi Zidni menangis, Lima yang datang pada jam besuk sore pun mencoba untuk menghibur. Dia naik ke tempat tidur dan memijat kaki Zidni yang terlentang.

“Zid, katanya penyakit kamu sudah ketemu, ya? Lumpuh, katanya. Tapi kan nggak permanen. Bisa sembuh kok. Ngomong-ngomong, aku gelitikin kakinya, geli nggak?” tanya Lima seraya menggelitiki telapak kaki Zidni.

Zidni menjawab seadanya, “Nggak.”

“Aku cubit kakinya. Kerasa nggak?” Lima mencubit betis Zidni.

“Nggak.”

“Aku potekin jari kakinya, mau?”

Kali ini Zidni kesal, “Yang bener aja!”

Lima tertawa puas. “Maaf deh. Mau lihat pemandangan lagi? Ke lobi lift, yuk?”

Zidni bersedia. Mungkin dengan begitu dia bisa bertemu Navin lagi. Dia penasaran dengan kabar orang aneh itu sejak mimpinya berakhir pagi tadi. Namun, setibanya di lobi lift dan mengamati lift seperti biasa, Zidni tidak melihat keberadaan Navin. Zidni terus menunggu, tapi Navin tetap tidak datang.

Sore ini ada senja. Langit menguning indah dan sangat berbeda dari biasanya. Tetap saja, Zidni tidak tertarik. Dia sedang tidak tertarik dengan segalanya. Bahkan saat kembali ke bangsal setelah jam besuk berakhir, suasana hatinya tetap tidak berubah. Dia juga tidak berani tidur saat jam tidur tiba. Dia takut mimpi buruknya datang lagi. Dia yang biasanya tidur sebelum pemberian obat malam, kali ini terjaga lebih lama dari biasanya. Dia terjaga sampai mendekati tengah malam. Sedangkan ibu yang berniat menemani Zidni justru ketiduran dan tampak kelelahan setelah seharian menjaga Zidni. Zidni kemudian dikejutkan oleh suara seseorang yang menelusup sepi.

“Sepi sekali di sini.”

Lihat selengkapnya