Surealis Bawah Sadar

Lukita Lova
Chapter #10

Manusia-manusia Lidi

Saat siapapun dan apapun tidak bisa menjadi rumah, mimpi adalah tempat melarikan diri dari realita. Di sana, kita bisa bertemu dan menciptakan pertunjukan tanpa penghakiman.


▬▬▬

Zidni berdiri memperhatikan dua lubang di langit-langit gua. Lubang kedatangan Navin dan satunya lagi adalah lubang kepergian hantu yang mengganggunya–yang jauh lebih besar daripada lubang kedatangan Navin. Mungkin karena dari ukuran tubuh pun sudah berbeda. Meskipun sama-sama bukan manusia, Navin memiliki tubuh seukuran manusia normal sedangkan hantu yang ia namai Pubu bisa mengubah diri.

Zidni menoleh ke arah Navin di sampingnya yang tengah sibuk menggambar di lantai gua. Kali ini orang aneh itu menggambar dengan kuas yang entah didapat dari mana. Kuas itu secara ajaib menyediakan cat warna di ujung bulu kuas dan secara otomatis berganti-ganti sesuai kebutuhan. Navin mengambar sebuah persegi berwarna abu-abu gelap yang terbagi menjadi sembilan persegi.

Zidni bertanya, “Kak Navin menggambar jendela?”

Navin menggeleng seraya berkata, “No, no, no. Ini ubin.”

“Ubin?”

“Selesai!” seru Navin seraya berdiri.

“Selesai?” Zidni terus memandangi gambar yang Navin buat.

Navin kemudian melangkah menginjak gambarnya sendiri. Zidni pun menyadari bahwa Navin ternyata telah bertelanjang kaki.

“Dimana sepatu Kak Navin?” tanya Zidni.

Navin menjawab, “Sudah aku buang. Rodanya ternyata susah diatur.”

Kening Zidni mengernyit saat mengamati pijakan Navin yang tampak berubah menjadi lebih nyata. Ubin yang Navin injak secara bertahap menjelma menjadi lantai ubin asli–mulai dari pijakan Navin lalu menyebar ke seluruh ubin yang tergambar. Zidni mengerjapkan mata untuk mencari tahu apakah penglihatannya valid.

“Zid, cepat kemari!” Navin mengajak Zidni untuk berdiri bersamanya di lantai ubin.

Begitu Zidni melangkahkan kaki ke kotak ubin, di luar sembilan ubin yang Navin gambar, satu persatu ubin yang lain tumbuh dari dalam lantai gua. Dinding pun sama. Setiap dinding berubah warna menjadi semacam material kayu kecuali satu sisi yang tampak berubah seperti tirai berwarna merah yang menjuntai dari langit-langit sampai ke dasar. Atap pun berubah warna dan menjadi langit-langit yang indah. Zidni menengadah melihat dua lubang di langit-langit gua yang menutup perlahan. Gua yang mengerikan telah bertransformasi menjadi sebuah ruang yang lebih bersih dan lebih terang. Zidni masih tidak tahu ruang apa yang telah Navin ciptakan. Satu pertanyaan yang terbesit dalam benaknya pun terkatakan.

“Itu kain apa?”

Navin menoleh ke arah Zidni yang menunjuk salah satu sisi ruang yang berupa tirai kain berwarna merah. Navin tersenyum senang karena Zidni menyadari hal itu. Navin melangkah menuju tirai kemudian tirai itu digeser sehingga terbuka. Begitu terbuka, Zidni terpana. Di balik tirai itu ternyata ada ruang yang lebih luas: ruang audiens dengan banyak sekali kursi yang menghadap ke arah mereka. Zidni bahkan belum pernah melihat kursi sebanyak itu di dunia nyata. Diapun akhirnya mengerti bahwa dirinya dan Navin saat ini tengah berdiri di sebuah panggung. Dalam sekejap Navin telah menyulap gua menjadi ruang teater. Bagaimana bisa?

Zidni melangkah menghampiri Navin lalu bertanya, “Kak Navin, kok kamu bisa sih mengubah gua jadi tempat seperti ini?”

Navin menjawab penuh percaya diri, “Sebenarnya aku adalah … surealis.”

Zidni tidak mengerti, “Se … sereal?”

Navin tertawa. “Surealis, Zid. Surealis. Aku jatuh cinta dengan genre itu.”

“Apa itu?”

“Genre seni.”

“Apa itu genre?”

“Aliran. Semacam tema. Tapi surealis biasa dipakai di karya seni. Lihat? Aku punya kuas,” Navin menunjukkan kuas di tangannya, “dan aku bisa melukis,” kemudian dia melukis di udara.

Zidni kembali dibuat heran karena Navin bisa menorehkan kuas di udara tanpa papan, kertas atau semacamnya. Zidni bahkan memeriksa apakah ada kaca transparan yang membuat gambar Navin seakan melayang, tapi dia tidak menemukannya. Navin benar-benar menggambar di udara. Dia menggambar manusia lidi yang setinggi dirinya, tapi sangat kurus karena itu manusia lidi.

Zidni bertanya, “Itu stick man? Aku pernah lihat di game.”

Zidni terkejut saat manusia lidi yang Navin gambar tiba-tiba mengangkat salah satu tangan ke arah Zidni lalu melambai untuk menyapa. Zidni berteriak seraya beringsut bersembunyi di belakang Navin.

“HANTU … !!”

Navin tertawa lagi. “Bukan. Dia karyaku. Kamu boleh memberinya nama.”

Ini bukan pertama kalinya Zidni dibuat bingung oleh Navin. Karena Navin adalah penyelamatnya sekaligus menjadi tempat aman di mimpinya, tampaknya tidak ada alasan apapun yang bisa membuat Zidni untuk tidak mempercayai orang aneh itu.

“Aku harus menamai stick man ini? Aku harus memberi nama apa?” tanya Zidni.

Navin menjawab, “Terserah. Bisa Ban, Bin, Bun, Ben, Bon?”

Lihat selengkapnya