Hitam dan putih. Gelap dan terang. Manusia punya dua sisi. Ada sisi gelap dalam diri setiap manusia yang harus dikalahkan.
▬▬▬
Perjuangan mati-matian seseorang di titik terendahnya mampu mengubah sudut pandangnya terhadap dunia. Kesadaran demi kesadaran terbuka bersama tumbuhnya keberanian. Setelah melewati banyak kesakitan, apakah kamu masih orang yang sama?
Malam itu adalah puncak perjuangan Zidni yang kembali diseret ke dunia kegelapan. Kesadarannya dirampas. Navin bertanya-tanya kenapa malam itu Zidni tiba-tiba diserang tanpa ampun. Setelah menganalisa lewat apa yang terjadi pada hari itu, Navin menebak bahwa musuh mereka pun juga sedang merasa terancam. Makhluk itu sedang dihakimi oleh banyak manusia yang ingin melindungi Zidni dari lokasi berbeda yaitu kediaman Zidni.
Berkumpulnya para kerabat di rumah pada malam itu menyadarkanku akan satu hal. Bahwasanya tidak ada manusia satupun yang tidak membutuhkan orang lain di sisinya. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan bisa hidup sendirian. Manusia butuh setidaknya satu orang guru yang dapat mengajarinya tentang kehidupan siapapun itu dan sebuah tempat laksana sekolah dimanapun itu. Sudahkah kamu menemukan milikmu?
▬▬▬
20 NOVEMBER 2016
Setelah melewati jalan yang ramai akan makhluk kegelapan, Navin tiba di sebuah jalan raya. Dia menyadarinya setelah merasakan sepatunya tidak lagi menginjak tanah sedangkan sekelilingnya penuh gelap yang tak terbatas. Jika diperhatikan lagi, ada garis putih di tengah jalan yang merupakan marka jalan. Ini pertama kalinya dia menemukan jalan raya setelah beberapa kali mengunjungi dunia itu. Dia masih bersama cahaya mungilnya yang ia jadikan penuntun menuju lokasi Zidni. Saat tiba-tiba terdengar sebuah suara, Navin lekas menangkap cahaya itu dan menyimpannya di saku celana.
Navin mendengar suara mesin yang aneh. Semacam suara gesekan besi yang berkarat seperti suara sepeda tua yang di kayuh. Dia mencari sumber suara dan menemukannya. Di dalam kegelapan di ujung jalan, dia melihat sesuatu mendekat. Ada kendaraan semacam gerobak sepeda yang melaju semakin dekat. Navin segera menepi agar tidak menghalangi jalan. Dia memperhatikan benda itu saat berjalan melewatinya. Di atas gerobak terbaring mayat yang tertutupi kain putih. Navin menduga begitu karena mayat itu tidak seluruhnya tertutupi–ujung rambut, telapak tangan dan kakinya yang putih pucat terekspos dengan jelas. Seseorang yang mengayuh sepeda pun tampak bukan manusia. Wujudnya mungkin tampak seperti manusia, tapi hampir seluruh daging di sekujur tubuhnya mengelupas. Navin berdiam diri di tempat sampai sosok itu benar-benar pergi tertelan kegelapan.
Navin mendengar suara berdebam. Kedengarannya seperti suara sesuatu yang jatuh di dalam ruang kosong dan bergema. Navin membebaskan cahayanya lagi dari dalam saku celana. Cahaya itu bergerak lalu ia ikuti kemana perginya. Navin menyeberangi jalan raya dan memasuki kegelapan total. Cahaya miliknya adalah satu-satunya penerang pada ruang yang entah dimana ujungnya.
Di tengah kegelapan jauh di depannya ada sebuah rumah kayu tua beratap joglo dengan lampu remang-remang. Suara berdebam terdengar lagi semakin jelas. Ternyata memang berasal dari rumah itu. Tiba-tiba terdengar suara gemericik air. Navin mengamati sekitar rumah itu yang ternyata dikelilingi air yang membuat rumah itu seperti berada di tengah danau. Sayangnya, Navin tidak bisa memprediksi seberapa dalam air dan apa yang ada di dalamnya.
Suara berdebam lagi-lagi terdengar dan ada sesuatu terlempar keluar melubangi dinding kayu rumah itu. Benda itu melesat ke arah Navin dan dengan gesit benda itu ditangkap. Ternyata bola besi. Bola besi yang penuh darah karena mengotori tangan Navin dengan warna merah. Dia membuang bola besi itu dan segera mencari cara untuk menyeberang. Namun kemudian bola besi itu ia pungut lagi. Dia ingin melempar kembali bola besi itu ke rumah tua, tapi dia tidak akan melepaskan genggamannya. Setelah Navin memutar bolanya dengan tangan lalu bolanya ia lempar tanpa dilepas, Navin turut terlempar ke seberang. Akan tetapi, ternyata itu tidak cukup mengantarnya sampai ke rumah tua. Navin panik saat dia merasa akan segera tenggelam. Namun ternyata dia serasa mendarat di permukaan air. Ternyata kolam itu teramat sangat dangkal dan bahkan tidak bisa menenggelamkan sepatunya. Sesaat Navin merasa malu sekaligus kesal dengan dirinya sendiri yang tidak berpikir lama. Sebuah ketidakpercayaan diri memang selalu membuang waktu. Dia pun bergegas menuju rumah tua untuk mencari Zidni.
Setibanya di teras rumah yang memiliki penerang lampu remang-remang, dia melihat jejak sepatunya berwarna merah gelap. Genangan air yang barusaja ia lewati ternyata bukan genangan air biasa. Rumah misterius yang ia kunjungi ternyata dikelilingi oleh genangan darah.
Navin masuk ke rumah itu lewat pintu yang ternyata tidak terkunci. Setelah pintu dibuka, ruangan di dalam ternyata jauh lebih luas dari penampilan luarnya. Navin melangkah masuk lalu mengamati sekeliling. Ada banyak bambu runcing dan bola besi yang bertebaran di lantai yang bernoda darah. Di sudut ruangan ada anak kecil yang duduk meringkuk dan menangis. Tubuh anak itu penuh lebam dan luka sayat. Kaki kiri lebam parah dan kaki kanan tertusuk bambu runcing.
Sebuah bola besi terlempar keluar melalui jendela yang mengarah ke kegelapan. Bola besi yang mengarah ke seorang anak di sudut ruang itu segera Navin hentikan dengan tangkapan lalu bola itu dilempar balik ke asalnya. Dia kemudian mendekati seorang anak yang duduk menangis di ujung ruang.