Surealis Bawah Sadar

Lukita Lova
Chapter #21

Penerang Ruang Kegelapan

Dunia pernah terasa sangat gelap meskipun matahari bersinar. Pertanyaan-pertanyaan berkumpul di kepala minta disampaikan, tapi tak ada pendengar. Seseorang, mari kuajak menjadi gila. Mari menari dengan tinta di atas kertas yang terbasahi air mata.


▬▬▬


Navin berlari dan membiarkan dirinya terlahap kegelapan. Dia kembali memasuki kegelapan tak terbatas. Dia berlari tanpa tahu mengarah kemana. Dia hanya mengikuti arah energi yang semakin menipis. Teriakan Zidni kemudian terdengar lantang. Navin memanfaatkan itu sebagai petunjuknya.

Navin berseru, “Zid, tolong berteriak lagi agar aku tahu kamu dimana!!”

Sahutan dari Zidni terdengar terbata-bata, “Cah–cahay–cahayanya dimakan Pubuuuuu … !!”

“Pantas saja sangat sulit menemukanmu. Jangan takut! Aku hampir sampai! Kalau dia macam-macam jambak saja rambutnya!”

Navin menantikan balasan, tapi sahutan tidak lagi terdengar.

Navin memanggil, “Zid? ZID?”

Hening. Kecepatan lari Navin pun mulai menyusut karena energi yang ia rasakan pun total menghilang. Sekarang dia benar-benar buta arah. Kemana dia harus pergi? Kemana? Zidni dimana?

Navin memutuskan berhenti sejenak karena tidak tahu arah. Di langkah terakhir sebelum berhenti, langkahnya menginjak sesuatu. Navin menunduk meraihnya. Itu rantai. Jika dugaannya benar, rantai itu seharusnya terhubung dengan kaki Zidni. Dia memutuskan untuk mengikuti rantai itu.

Satu-satunya penerangan yang Navin miliki adalah cahaya merah remang-remang dari cambuknya yang ia gulung di genggaman. Dia terus berjalan mengikuti rantai dan ternyata rantai itu membawanya pada sebuah dinding yang hitam pekat nyaris tak terlihat. Meskipun ada dinding, tapi Navin merasa itu bukanlah ujung kegelapan karena ujung rantai yang ia ikuti ada di dalam dinding itu. Kemudian dengan cambuknya, Navin menghancurkan dinding itu.

Sekali cambukan, tidak ada efek yang berarti. Dua kali cambukan, masih sama. Tiga kali cambukan, dinding retak. Berkali-kali cambukan, dinding hancur dan runtuh perlahan-lahan. Di balik dinding itu, Navin melihat makhluk yang ia cari–menghadap Zidni yang berbaring tak berdaya dan membatu nyaris seluruh tubuh. Navin menyaksikan bagaimana bebatuan itu melahap tubuh Zidni seluruhnya sampai ke ujung kepala. Yang tersisa hanyalah Zidni yang tampak seperti gumpalan batu.

Menyaksikan temannya tidak bergerak lagi, Navin merasa lemas beberapa saat. Dia mengalihkan pandangan ke musuhnya dan menatap dengan sorot mata tajam. Seperti mengamuk Navin mencambuk sekitar sehingga tercipta tiga gerbang ke beberapa ruang di rumah Zidni yang sempat ia kunjungi–ruang dimana orang-orang tengah berdoa untuk keselamatan Zidni.

Celah gerbang yang Navin ciptakan telah menghubungkan ruang kegelapan dengan dunia manusia. Sehingga doa-doa serta harapan-harapan yang terucap pun berhasil menelusup dan sampai ke ruang kegelapan. Itu yang membuat energi makhluk itu tidak seimbang dan merasa terganggu lalu tidak bisa menahan diri lagi untuk tidak mengerang kesakitan.

Navin bicara penuh kecaman, “Kamu membuat penjara kegelapan ini di rumah Zidni. Karena itulah mereka ingin mengusirmu. Dunia manusia ini bukan tempatmu, Pubu. Dan duniamu bukan tempat Zidni! Kalau masih belum paham juga, akan ku buat kau tidak punya dunia!” Satu cambukan memukul keras lantai lalu cambuk Navin menyala api. Dia melangkah mendekati musuhnya seraya berkata, “Api harus dilawan dengan api!”

Navin menyerang musuh dengan cambukan, tapi musuhnya terus menghindar. Navin paham bahwa musuhnya sangat ingin menyerang, tapi tidak bisa karena jiwanya juga diserang dari dunia manusia. Saat itu keluarga Zidni tengah beramai-ramai menolak keberadaan jiwanya di dunia manusia. Erangan keras pun tak terhindarkan. Ramainya doa terus terngiang ditambah suara Navin yang terus mengancam.

“Beraninya kamu kasuk ke dunia manusia dan merusak keseimbangan hidup seorang anak manusia! Pubu, aku harus menyingkirkanmu! Sirnalah! Kamu adalah sampah yang harus dibakar!”

Cambuk Navin mengikatnya. Ikatan api membuatnya semakin mengerang. Dia terbakar kesakitan dan tak sanggup membalas serangan. Navin menarik cambuknya sehingga terlepas, lalu mencambuk sekali lagi. Cambuknya yang panjang itu mampu mengikat makhluk itu secara keseluruhan. Navin melepas cambuknya lalu ia biarkan melayang membawa mangsa. Navin menyaksikan bagaimana makhluk itu tersiksa. Sampai pada akhirnya … Pubu terbakar dan hancur di udara di tengah kegelapan.

Begitulah akhir dari sang penyusup yang menginginkan Zidni. Meskipun tidak ada yang bisa mengalahkannya sendirian, tapi bukan berarti musuh akan selalu menang. Selalu ada kerjasama dalam meraih tujuan bersama.

Setelah itu, seperti menjahit, Navin menutup setiap gerbang yang ia ciptakan. Ruang kegelapan kembali menjadi ruang tanpa celah–dan satu-satunya penerangan adalah api unggun dari gulungan cambuk Navin. Setelah selesai menjahit, Navin duduk di samping Zidni yang menjadi batu.

“Zid, sudah selesai. Zid!”

Navin mengetuk kepala Zidni seperti mengetuk pintu. Kemudian bebatuan yang menyelimuti seluruh tubuh Zidni tiba-tiba rontok menjadi banyak kepingan. Zidni membuka mata lalu terkejut dan bangun. Seraya menggeser duduk agar kebih dekat dengan Navin, Zidni melihat sekitar mencari makhluk yang mengancam nyawanya.

“Dimana Pubu?” tanya Zidni.

Navin menjawab, “Sudah pamit.”

Lihat selengkapnya