"Maaf..." Ujar Savira ketika Rakan kembali ke tempat duduknya. Tadi Rakan membantu seorang anak kecil yang jatuh karena berlari-lari di sekitar taman. Savira merasa sakit melihat itu, karena kebodohannya Rakan kehilangan harapan untuk menjadi seorang ayah saat ini. Apalagi ketika melihat interaksi Rakan dengan anak kecil itu. Suaminya seperti menginginkan sosok anak di dalam kehidupannya.
Saat ini mereka sedang berada di salah satu taman di Turki menikmati indahnya senja di sore. Rakan pikir dengan membawa Savira kesini mampu membuat gadis itu tenang, namun yang terjadi malah sebaliknya. Savira kembali mengingat lukanya. Peristiwa kecelakaan yang dulu telah merenggut anak mereka. Setelah peristiwa itu mereka memilih tinggal disini. Kaki gadis itu juga belum pulih sepenuhnya. Savira masih dalam tahap pemulihan. Bahkan masih ikut terapi beberapa bulan ini.
Rakan menggenggam tangan istrinya erat menguatkan. "Andai saja waktu itu aku lebih berhati-hati, kita tidak akan kehilangan anak kita. Ini semua salahku. Aku tidak bisa menjaganya hiks..hiks.. Aku bukan ibu yang baik..hiks... Aku jahat.. aku membunuh anakku sendiri.. Aku pembunuh..."
"Semua bukan salahmu sayang. Ini takdir dan sudah tercatat di lauhul Mahfudz, Allah begitu menyayangi anak kita hingga Dia lebih dahulu memanggil ke surga-Nya." Rakan menarik Savira ke dalam dekapannya, ia benci disaat Savira mengeluh seperti ini. Ia merasa seperti seorang suami yang gagal. Ia tidak bisa membahagiakan istrinya, bahkan menjaganya.