Rakan ingin membantu Savira untuk mandi, tapi gadis itu menolak. Bahkan menyuruhnya pergi dan mengatakan jika ia ingin melakukan semuanya serba sendiri. Rakan khawatir, walaupun Savira bisa berdiri tapi gadis itu masih membutuhkan tongkat untuk berjalan. Ia takut Savira jatuh karena tergelincir.
Rakan berdiri di depan pintu kamar mandi menunggu gadis itu. Bahkan berulangkali menyebut nama Savira. Tapi tak ada satupun balasan dari dalam. Rakan semakin khawatir. Ia mengetuk pintu kamar mandi berulangkali.
"Sayang..."
"Sayang... Buka pintunya.."
"Kamu baik-baik saja bukan?" Rakan semakin khawatir. Tanpa aba-aba ia mendobrak pintu itu hingga terbuka. Wajahnya terkejut melihat Savira tergeletak di lantai. Wanita itu nampak menahan sakit mencoba untuk bangkit. Savira tak menyerah berusaha sekuat tenaga.
Rakan langsung membopong tubuh Savira membawanya ke kasur. Savira memegang kemeja pria itu erat, airmatanya tak kuasa ia tahan.
"Hiks..hiks.."
"Maaf, lagi-lagi Savira menyusahkan mas Rakan." Rakan mengabaikan itu, ia memilih mengambilkan baju tidur untuk Savira di lemari. Lalu ia kembali ke kasur menghampiri wanita itu.
"Mas mau ngapain?" Cegah Savira. Ketika pria itu hendak membuka kimono handuknya.
"Memakaikan kamu pakaian." Rakan menatap tajam Savira. Tatapan itu masih saja membuatnya canggung padahal ia sudah hidup bertahun-tahun dengan pria itu.
"Aku bisa sendiri." Pipi Savira bersemu. Karena biasanya memang ia mengenakan sendiri atau dibantu asisten rumah tangga.
Rakan seolah tak peduli, ia tetap menyingkirkan tangan Savira yang berusaha menutupinya. Pria itu seolah tak mempermasalahkan ketelanjangan Savira, padahal wanita itu sudah malu setengah mati. Tidak ada nafsu di wajah tampan itu. Hanya ada tatapan tajam yang tidak bisa Savira baca apa artinya.