Surga untuk Anakku

Hendra Wiguna
Chapter #2

Anak Lonte


Dengan motor Honda Supra merah keluaran 2013, Feri membonceng anaknya, Nadia, untuk berangkat ke sekolah. Anak perempuan itu tampak tenang duduk di jok belakang sambil memeluk tubuh ayahnya. Jalanan kota Gresik sudah tampak ramai oleh banyaknya kendaraan dan lalu lalang aktivitas pagi hari. Hingga mereka tiba di depan gerbang sekolah yang di sepanjang bagian depan pagarnya sudah dipenuhi pedagang jajanan anak SD. Anak perempuan dengan rambut kuncir itu pun segera turun dan melangkah ke hadapan ayahnya meminta tangan untuk dicium. Dengan tangan satunya, Feri mengusap-usap kepala anaknya saat Nadia selesai mencium.

“Nanti siang mau dijemput?” tanya sang ayah.

Nadia menengadah melihat ayahnya dengan kernyit di dahi.“Bukannya Ayah harus kerja?” tanyanya. “Ayah kerja, jangan bolos lagi,” lanjutnya dengan nada pelan namun tegas.

Pria yang masih duduk menyangga motor dengan kakinya itu tersenyum. Karena hal itu menurutnya lucu. Bukankah seharusnya dia yang menasihati jangan bolos pada anaknya, tetapi ini malah dirinya yang dinasehati. Sambil merogoh saku celana untuk mengambil dompet, dia balik menasihati, “Nanti pulang sekolah jangan ke mana-mana, langsung pulang pakai bus.”

Anak perempuan itu mengangguk sambil menerima beberapa lembar uang yang disodorkan ayahnya. “Makasih, Yah. Assalamu'alaikum,” pamitnya sambil melangkah pergi.

“Waalaikumsalam.”

Pria bermata agak sipit itu menatap anaknya yang sedang berjalan memasuki gerbang sekolah. Dia berjalan sendirian. Tidak ada teman yang menyapa meski beberapa anak tampak berada di sekitarnya.

Terlihat mobil kijang hitam baru saja tiba di depan gerbang sekolah tak jauh dari Feri menghentikan motor. Anak perempuan berambut lurus panjang turun dari kendaraan tersebut dan langsung disambut sapa oleh beberapa anak lain yang sedang membeli jajanan di depan gerbang. Dia menyapa balik teman-temannya dan langsung saja berjalan menuju gerbang lalu masuk. Setelah anak-anak yang menyambut tadi selesai membayar dan menerima jajanannya, mereka langsung menyusul anak perempuan itu. Mereka juga menawarkan jajanannya pada anak itu sambil berjalan di samping kiri kanannya.

Ada kerung di dahi Feri saat melihat Nadia yang sudah berjalan jauh itu dan membandingkannya dengan anak perempuan yang baru saja turun dari mobil kijang tadi. Lama dia memperhatikan anak perempuannya yang berjalan sendirian hingga akhirnya dia menyalakan motornya lagi untuk bersiap pergi setelah anaknya terlihat berbelok dan hilang di balik tembok. Sejenak dia tercenung sebelum sedikit memutar stang gas motor matic-nya dan kemudian melaju kencang diiringi deru suara mesin.

Di dalam kelas.

Nadia masuk dan langsung saja menuju bangkunya di jajaran empat dari depan di sisi paling kiri dekat pintu. Dia duduk dan menyimpan tasnya di kolong bangku. Sudah ada banyak teman-teman sekelasnya di sana yang masih bermain dan mengobrol. Tak lama anak perempuan berambut lurus panjang dengan jepit kupu-kupu biru muda di kedua sisinya datang bersama teman-temannya. Dia langsung duduk di bangkunya di jajaran paling depan kedua dari pintu. Nadia tersenyum dan langsung beranjak dari bangkunya. Ia menghampiri mereka dan menyapa.

“Hai, Lina,” sapa Nadia pada teman sebangkunya yang tengah berdiri di samping bangku anak perempuan itu. “Hai Putri.” Nadia juga menyapa anak perempuan itu.

Lina meliriknya dan menyapa balik Nadia, tetapi tidak dengan anak perempuan berambut lurus panjang itu yang bernama Putri. Dia hanya melirik sebentar lalu memalingkan wajah kembali ke depan kelas. Lina pun tampak tak terlalu memedulikan itu dan kemudian kembali mengobrol dengan teman-teman perempuannya yang lain.

Merasa kedatangannya tidak disambut, Nadia lalu berbalik dan berjalan kembali ke bangkunya. Langkahnya pelan dan tampak lesu. Wajahnya menyiratkan getir dengan senyum yang dipaksakan. Anak perempuan berambut kuncir itu kemudian duduk dan memperhatikan Putri dan tiga anak perempuan yang mengelilinginya, termasuk Lina, sedang seru berbincang. Senyum getir itu memudar berganti cenung konstan sambil terus melihat mereka.

Hingga bel sekolah berbunyi, pertanda guru akan segera datang. Anak-anak yang masih di luar berjejal masuk terburu-buru. Sedangkan yang sudah ada di kelas segera pulang ke bangkunya masing-masing, termasuk Lina, dengan langkah cepat menghampiri Nadia yang tersenyum melihatnya datang. Kemudian dia bergeser ke kursi satunya untuk memberi tempat duduk pada teman sebangkunya itu. Sekali lagi Nadia menyapanya, tetapi Lina hanya tersenyum sebentar saja tanpa menyahutnya dan langsung mengalihkan pandang ke depan kelas. Tak lama kemudian sang guru datang disambut teriakan aba-aba memberi salam dari sang ketua kelas. Serentak para murid mengucapkan salam dengan riuh, tak terkecuali Nadia, meski dengan suara pelan seperti tidak ada semangat darinya.

Kegiatan belajar-mengajar pun dimulai.


***

Lihat selengkapnya