Surga untuk Anakku

Hendra Wiguna
Chapter #3

Bagian 2

Azan dzuhur terdengar ketika Feri menuntaskan makan siangnya yang dia beli di warung kantin, yang terletak di gedung belakang tempat kerjanya. Dia kemudian mengambil sebatang rokok dari bungkusannya yang sudah tergeletak di lantai, menyalakannya, lalu mulai menghisapnya. Sambil menyemburkan asap, tangan kirinya bergerak membereskan bungkus nasi untuk dijadikan asbak. Pria berseragam pabrik konveksi itu menyalakan ponselnya untuk melihat waktu. Pukul 12:14. Masih ada sekitar empat puluh lima menit lagi. Dia berniat akan salat dzuhur terlebih dahulu sebelum masuk kerja kembali. Sudah selama beberapa minggu ini dia rajin melakukan ibadah lima waktu, setelah sebelumnya lama tidak mengunjungi mushola di sisi gedung sebelah kiri dekat gudang.

Tak jauh dari Feri, seorang pekerja lain mengambil ponselnya yang kemudian setelah menekurinya agak lama, lagu dangdut koplo banyumasan terdengar. Suaranya semakin nyaring menggelegar di ruang mes. Beberapa pekerja lain menyengir puas sembari meliuk-liukkan tangan dan kepala masih dalam posisi duduk. Feri lalu bersandar ke tembok dan tersenyum melihat rekan-rekan kerjanya.

Sambil menengadah, Feri menikmati setiap embusan asap rokoknya juga musik koplo banyumasan itu yang mengingatkannya pada masa-masa perkenalan dirinya bersama ibunya Nadia. Pikirannya pun terlempar ke masa itu, sekitar sepuluh tahun yang lalu.


***


Bersama kawan-kawannya, Feri yang waktu itu masih berumur dua puluhan awal, pergi ke sebuah tempat karaoke di pinggir kota Surabaya. Ditemani beberapa botol bir, dan aneka makanan, juga tiga orang LC, mereka menikmati malam dengan lagu-lagu dangdut koplo banyumasan yang sedang trending di masa itu. Para lelaki sebenarnya lebih menikmati malam dengan bergoyang dan mempersilahkan para LC yang bernyanyi. Mereka menari-nari meliukkan tubuh sambil sesekali menempelkan bagian bawah perut pada bokong sang perempuan yang sedang bernyanyi seiring hentakan-hentakan yang menggelegar dari speaker. Tak terkecuali Feri.

Setelah beberapa lagu, Feri akhirnya ambruk kelelahan. Dia merebahkan punggungnya ke sandaran sofa. Walau matanya masih asyik memperhatikan kawan-kawannya yang lanjut bergoyang. Seorang perempuan berambut ikal dengan pakaian ketat lalu menghampiri Feri dan duduk di sebelahnya.

“Ayo, dong, Bang. Masa segitu saja!” ujar perempuan itu sambil memeluk pria itu.

Feri tak menjawab tapi langsung saja mendekatkan tubuh perempuan itu agar menempel padanya. Perempuan itu berteriak manja kemudian mengambil sebotol bir dan menuangkan isinya ke dalam gelas lalu memberikannya pada pria yang tangannya masih bermain di bahunya. Dengan tangan satunya, Feri mengambil gelas itu dan langsung menenggak sampai habis.

“Nama kamu siapa?” tanya Feri setelah menaruh gelas di meja. Ingar bingar musik masih terdengar mengalahkan suara pertanyaan Feri.

“Saya, Bang?”

Feri mendekatkan muka ke telinga perempuan itu. “Iya, nama kamu siapa, Sayang?”

“Oh, saya Siska, Bang.”

“Siska?”

“Iya.”

Lihat selengkapnya