Surga untuk Anakku

Hendra Wiguna
Chapter #16

Bagian 15

Minggu pagi yang cerah. Dengan mengendarai motor, Feri membonceng anaknya untuk pergi jalan-jalan ke pantai yang dekat dengan kotanya tinggal. Pantai karang kering adalah tujuannya. Di sepanjang jalan, Nadia tampak tenang duduk di depan dengan helm diapit kedua tangan ayahnya yang sedang memegang stang. Angin menderu-deru menerpa tubuh mereka.

Begitu sampai di pantai, mereka segera berjalan menikmati suasananya.

“Jangan jauh-jauh,” ucap sang ayah.

Feri kemudian duduk di atas pasir putih pantai setelah melepas anaknya berjalan menuju tepi laut. Sambil terus memperhatikan anaknya, dia mengeluarkan rokok dan menyalakannya. Ponsel yang tergeletak di hadapannya berdering. Itu Dr Intan menelepon. Terlihat dari nama yang tertera saat Feri layar ponsel otomatis terbuka.

Sempat ragu untuk mengangkatnya, tetapi kali ini dia memberanikan diri. Mungkin karena suasana hatinya sedang tenang. Tak seperti sebelumnya saat dia berniat akan pergi ke yayasan itu untuk berkonsultasi.

“Halo?”

Halo, Mas Feri.”

“Iya, ada apa, Mbak.”

Mas ada di rumah?”

“Tidak. Saya sedang jalan-jalan sama anak saya, Mbak.”

Oh. Jadi tidak ada di rumah, ya.”

“Iya. Emangnya kenapa, Mbak?”

Tadinya saya mau mampir ke rumah.”

“Untuk apa, ya, Mbak?’

Hanya berkunjung. Ya sudah kalau hari ini tidak ada di rumah. Lain kali saja. Ngomong-ngomong kalau masih berminat menjalani konseling, datang saja kapan pun Mas mau. Katakan sama resepsionis, mau ketemu Dr Intan.”

“Oh. Baik, Mbak. Terima kasih sebelumnya.”

Iya. Sama-sama.”

Feri mengernyit ketika menutup panggilan itu.

Sementara itu.

Jauh di hadapannya, Nadia sedang asyik memainkan air pantai, berlari mengejar ombak dan balik lagi ketika ombak itu mengejarnya. Feri menatap anaknya dengan wajah penuh iba. Gadis kecil itu sendirian. Orang-orang di sekitarnya tampak tidak menghiraukan. Pria itu membuang sembarang puntung rokok yang masih panjang itu ke belakang, lalu beranjak dari sana setelah mengambil ponsel di atas pasir dan memainkannya sebentar yang lantas dia tinggalkan di sana bersama dua pasang sandal berukuran kontras.

“Nadia,” panggil ayahnya yang sedang menghampiri.

Lihat selengkapnya