Surga untuk Anakku

Hendra Wiguna
Chapter #28

Membujuk Nadia

Dengan kado berupa kotak berukuran sedang di tangan kirinya, Laras keluar dari mobilnya yang terparkir si seberang depan gang. Pagi-pagi sekali dia sudah berangkat menuju rumah Feri hanya untuk memberi hadiah ulang tahun pada Nadia.

Dia berjalan menelusuri gang itu dengan senyum melengkung indah di wajah ovalnya dengan tulang pipi tegas menonjol di kedua sisinya. Dia tampak cantik elegan dengan blazer merah maron dalaman t-shirt yang sewarna dengan celana hitamnya. Dia melewati warung kelontong itu tapi tidak menemukan Mbok Sarmi di sana, melainkan kakek tua yang adalah suami simbok. Wanita paruh baya yang rambutnya selalu tampak diikat ke belakang itu ternyata sedang berada di rumah yang akan dia kunjungi. Dia sedang duduk bersama Feri dan Nadia di kursi meja makan saat Laras mengintip dari pintu yang terbuka lebar.

“Assalamualaikum. Permisi.”

Sebuah jawaban salam terdengar dari suara parau seorang wanita. Mbok Sarmi kemudian beranjak menghampiri sang tamu. Laras merasakan ada yang tidak baik-baik saja di sini dan mengernyit.

“Masuk, Mbak,” suruh Mbok Sarmi.

Mereka masuk ke dalam sana. Laras melihat beberapa dekorasi pita dan balon-balon masih terpasang di sudut ruangan, dia mengira itu adalah sisa pesta kemarin. Feri beranjak dari tempat duduknya menyambut Laras. Sementara Mbok Sarmi sedang membujuk Nadia untuk makan.

“Ada apa, Mas? Kenapa Nadia kelihatan sedih?”

Feri tercenung cemas. Sepertinya dia tidak mampu menjawab pertanyaan Laras. Dia kemudian duduk di sofa, sembari mempersilahkan tamunya itu juga untuk duduk di sofa yang sama. Laras benar-benar penasaran. Dia masih mengernyitkan dahi saat menurunkan tubuhnya untuk duduk di hadapan Feri.

“Dia tidak mau berangkat ke sekolah. Dia malu karena teman-teman sekelasnya tidak ada yang datang ke pesta ulang tahunnya kemarin. Hanya tiga orang anak saja,” ujar Feri.

Laras terkesiap mendengar cerita pria itu. Kemudian dia menoleh pada Nadia yang sedang merajuk dan terlihat benar-benar murung duduk di kursi meja makan bersama simbok di sampingnya, mengusap rambutnya. Laras memandang kasihan pada anak itu. Dia paham betul bagaimana perasaan Nadia.

“Ya sudah toh, Fer, kamu berangkat kerja sana. Biar Nadia sama saya. Ini sudah terlambat, loh,” bujuk Mbok Sarmi.

“Iya, Mas. Kamu berangkat saja kerja. Kebetulan hari ini aku masih mendapatkan libur. Biar aku sama simbok jaga Nadia,” aju Laras.

Mendengar itu, Feri beranjak dari tempat duduknya dan pergi masuk ke dalam kamarnya. Tak lama dia keluar dengan jaket dan helm. Sebelum keluar dari rumah, pria itu sekali lagi menghampiri anaknya, menciumnya. “Ayah berangkat kerja, ya, Nad. Kamu sama simbok sama tante Laras,” ucap Feri. Namun, anaknya bergeming. Kemudian dia melangkah ke meja di sudut ruang dekat pintu keluar dan mengambil dus berukuran agak besar. Sambil membawa dus tersebut, sekali lagi Feri pamit pada Nadia.

Laras terheran melihat dus itu. Apa isinya?

Namun, dia tidak ingin memikirkannya lebih jauh. Mungkin itu salah satu barang dari tempat kerjanya atau semacamnya. Yang lebih membuat Laras bertanya-tanya adalah keberadaan istri Feri. Ke mana dia? Bukankah perempuan itu sudah pulang? Batinnya. Namun, sekali lagi. Itu bukan urusannya sekarang. Terlebih, sedari tadi pun simbok atau Feri sendiri tidak menyinggung soal perempuan itu.

Lihat selengkapnya