Nadia hanya ingin berteman. Tetapi teman-temannya tidak. Mereka peduli padanya. Setidaknya itulah yang ada di pikirannya.
Di sepanjang perjalanan mengendarai mobil, Nadia masih berwajah murung. Dia duduk di kursi depan sambil memandang ke luar jendela bersama Laras yang sedang menyetir di sampingnya. Kesedihan yang dirasakan gadis itu seolah kabut, yang tidak dapat dirinya mengerti, tidak jelas kenapa.
Anak itu, anak perempuan berjepit kupu-kupu itu adalah anak yang sangat diinginkan Nadia untuk menjadi teman. Tetapi, dia memilih tidak datang, dan membuat teman-teman sekelasnya juga melakukan yang sama.
Seiring laju mobil, Laras hanya bisa memandangi kesedihannya.
Setelah menjemput Dita dan keluarganya di hotel lalu mengantarkan mereka ke stasiun kereta api karena mereka akan pulang ke Bandung, sampai akhirnya Laras bisa mengajak Nadia jalan-jalan. Anak perempuan itu mungkin menunggu saat-saat Laras membawanya ke sebuah restoran, akan tetapi Laras ingin mengajaknya berkeliling kota Surabaya terlebih dulu. Dia sepertinya sedang ingin menikmati waktu bersama Nadia.
Teman-teman kota adalah pilihannya untuk dikunjungi. Laras tampak asyik berbincang dengan anak perempuan itu yang mulai mau menyahut obrolan atau pertanyaan Laras padanya. Hingga mereka terduduk di sebuah bangku taman menikmati suasana pagi menjelang siang di sana.
“Ada es krim di sana, kamu mau?” tanya Laras sambil menunjuk salah satu pedagang di luar taman. Nadia menggeleng. “Atau mau jajan yang lain?” Tapi Nadia masih menggeleng.
Laras berpikir mungkin dia hanya malu saja saat menolak. Tanpa pikir panjang, dia beranjak menuju pedagang es krim itu dan membelinya dua buah. Pada akhirnya pun Nadia menerimanya meski dengan gerik malu-malu.
“Terima kasih, Tante.”
“Kamu suka?”
Nadia mengangguk pelan.
“Nadia, kata ayahmu, kamu suka masak, kan?” tanya Laras. Nadia mengangguk sambil menjilati es krim dalam corong itu. “Kamu sudah pandai masak apa saja?”
“Hmmm. Apa ya? Banyak, Tante.”