SURGA UNTUK AYAH

Mahfrizha Kifani
Chapter #1

Chapter 1 - Kelahiranmu

      Pintu terbuka. Suara decitan membuat kebisingan di dalam ruangan hening dengan debu menempel di setiap benda di dalamnya. Rumah sederhana yang kini tak lagi berpenghuni, kini lkembali menjamu tamu saat langkah gadis berusia belasan tahun, masuk ke dalam dengan hati-hati. Semua masih tetap sama, sama seperti yang dia dengar dari cerita sebagian orang. Sebuah tv di atas meja kayu, lemari kayu di sudut ruangan, dan dua pintu yang tertutup menuju kamar di sisi kanan dinding rumah.

     Gadis cantik dengan rambut diikat tinggi ke atas, meraba dinding mencari saklar. Hanya hitungan detik, lampu menyala, membuat kedua mata indahnya, bisa menangkap lebih jelas rumah yang sudah ditinggalkan hampir bertahun-tahun oleh sang penghuni, yang sebelumnya begitu setia menanti jawaban. Dia melangkah semakin masuk ke dalam, berhenti di depan pintu kamar yang tertutup, lantas membukanya perlahan.

     Sama seperti sebelumnya, suasana hening kembali memeluknya erat. Sebuah tempat tidur dengan ditutupi kain panjang berwarna cokelat, meja belajar kayu erwarna putih yang penuh debu, sebuah bingkai foto bayi yang berbaring di atas tempat tidur dengan seorang lelaki di atasnya, yang sedang mendaratkan bibirnya di tangan mungil sang bayi. Semua itu membuat gadis cantik itu meneteskan air mata, melangkah masuk ke dalam, dan menyibakkan tirai jendela hingga mempersilakan cahaya Mentari masuk melalui jendela kaca yang tertutup.

      Dia duduk di kursi meja belajar, meraih sebuah novel dengan gambar sampul dua tangan yang saling bergenggaman, yang satu tangan mungil seorang bayi, dan satunya lagi tangan orang dewasa yang entah siapa itu. Dia meraihnya, berniat membuka halaman pertama, namun selembar kertas jatuh dari dalam ke atas meja. Dia mengambilnya, dan membaca pesan singkat bertuliskan tangan yang cukup rapi.

      'Aku harap kamu membacanya, Nak, cerita tentang kamu yang ayah tuliskan di dalam sebuah buku, agar kamu tidak berpikir bahwa ayah melupakanmu. Ayah sayang kamu, Delisha.’

     Gadis itu terisak menangis, memeluk novel beserta kertas itu sembari menundukkan kepala menyesali semua yang telah terjadi. Kini, suara tangisannyalah yang menggema di setiap sudut ruangan, mengusik keheningan yang terus menguasai diri selama bertahun-tahun lamanya. 

TUJUH BELAS TAHUN KEMUDIAN

     Suara tangisan bayi terdengar dari ruang operasi begitu kerasnya, hingga terdengar ke luar ruangan. Sepasang manusia yang semula menanti dengan was-was, tampak tersenyum bahagia mendengarnya. Ridho, yang lebih dulu mendengarnya, langsung beranjak dari kursinya dan mendekati pintu ruang operasi yang masih tertutup rapat. Sedangkan seorang wanita berhijab yang semula duduk di sampingnya, mencoba menengkannya, ikut melangkah mendekati pintu ruang operasi, namun lebih memilih berdiri di belakangnya.

Lihat selengkapnya