Surga yang Meleset

Nurul Arifah
Chapter #1

Jalan Mulia

Jihad adalah jalan kilat menuju surga. Memerangi orang kafir yang telah mengibarkan bendera perang memerangi kita, umat muslim. Jika mereka menyatakan peperangan, maka haram hukumnya bagi kami untuk meletakkan pedang dan melipat baju perang. Haram bagi kaum lelaki untuk melangkah mundur meninggalkan medan pertempuran. Hanya ada kata menang atau mati syahid. Tidak ada kata kalah dimata kami. Kami akan membawa pulang kemenangan ataukah akan mati dalam kemuliaan mendapatkan hadiah surga yang luasnya seluas langit dan bumi. Tetapi pada masa yang akan datang, banyak orang yang salah paham akan hal ini. Bukan lagi jihad yang diajarkan oleh Rasul dan para sahabat, melainkan jihad menurut pendapat mereka sendiri.

Tahun ini adalah masa kejayaan bangsa Islam. Khalifah telah mengumumkan bahwa besok beliau dan pasukan muslimin akan menyerang pasukan musuh. Siapapun boleh ikut. Maka tidak ada satupun dari laki-laki muslim yang menyia-nyiakan kesempatan emas itu. Hadiah surga sudah ada didepan mata. Sekarang siapakah yang mau menjemputnya dan membuka gerbang surga Allah itu. Salah satu diantaranya adalah calon suamiku. Ia mengeyampingkan cinta dan maju memenuhi panggilan Allah. Panji-panji Islam harus terus berkibar di atas muka bumi. 

Kurasakan baru kemarin dia berada disini. Berbincang-bincang tentang banyak hal. Dia juga membuatkan teh hangat untuk ibuku. Masih dapat kucium aroma parfum yang khas dari bajunya. Namun sekarang, hanyalah jejak sidik jarinya yang tertinggal. Menjahit adalah satu satunya caraku untuk melarikan diri dari dunia ini untuk sementara. Dalam kesunyian dan gerakan tanganku yang lembut memasukkan benang ke jarum, perlahan air mata ini mengalir tanpa diperintah. Begitu banyak hal yang melintas di benakku. Walau mata terpaku pada kain di genggamanku, namun kekhawatiran terus saja melintas dan berputar-putar di benakku. 

Hari demi hari telah berlalu sejak keberangkatannya dengan pasukan muslimin. Tetapi masih belum ada kabar darinya. Tidak ada surat yang sampai ke tanganku. Padahal para keluarga lain sudah mendapatkan kabar dari anggota keluarga mereka yang berada di medan perang. Bagaimanapun, tidak ada keraguan padaku sedikitpun akan janji Allah. Namun, aku hanya merindu. Aku tidak menginginkan siapapun selain dirinya. Kuharapkan Allah menakdirkannya bersamaku di dunia ini maupun di akhirat nanti. Setiap hari yang kulakukan hanyalah menunggu pantulan cahaya dari pedangnya terlihat lagi diujung jalan sana. Aku menanti suara tapak kaki kudanya terdengar kembali.

Lihat selengkapnya