SURGAKU DI BAWAH TELAPAK KAKI ISTRIKU

Khoirul Anwar
Chapter #3

Elena Bersedih

Handoyo hanya duduk terdiam. Bibirnya terkunci rapat. Pandangannya ia turunkan ke bawah. Pikirannya terjadi gemuruh yang luar biasa antara pro dan kontra hubungan anaknya. Tiba-tiba tangan Vano meraih tangan Handoyo seakan menenangkan pikiran Handoyo.

“Bapak ngomong aja secara langsung. Jangan ada yang ditutupi,” ucap Vano sembari memegang tangan bapaknya.

Handoyo mulai menaikkan pandangannya. Ia menatap lekat manik caramel Vano. Pria paruh baya itu memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaan yang ada di dalam pikirannya.

“Sebenarnya Bapak tidak mau mengikuti urusan hidupmu, Nak. Hanya saja, ini pesan Emak yang harus aku sampaikan. Emak masih butuh perhatian dari kamu. Emak dan Bapak belum siap jika harus ditinggal pergi jauh lagi. Emak dan Bapak ingin menghabiskan sisa hidup kita bersama kamu, Van” ujar Handoyo panjang lebar.

“Bapak kok bisa ngomong begitu. Aku tidak akan pergi kemana-mana Pak. Setelah ini aku akan cari kerja di sini, mungkin jadi nelayan saja sambil mendampingi pengobatan emak,” balas Vano meyakinkan Handoyo.

“Ini emak yang ngomong, bukan Bapak. Coba Vano mempertimbangkan kembali,” timpal Handoyo sesaat kemudian meninggalkan Vano sendiri kembali.

Vano meraih bungkus rokok yang ada di meja. Tangannya sudah berhasil mengeluarkan satu dari enam batang yang tersisa. Selanjutnya ia membakar ujungnya. Bibirnya sudah mulai menghisap. Tubuhnya, ia rebahkan di badan kursi yang berada di teras menghadap jalan. Pikirannya kembali terjadi gemuruh yang luar biasa. Tangan kirinya memijat pelipis kirinya untuk meringankan beban yang ada.

“Bang Vano, mandi dulu sana!” titah Elena setelah mandi.

Vano mendadak bangun dari duduknya setelah mendengar suara Elena. Ia menatap wanita yang ada di depan pintu dengan senyum simpul. Wanita yang masih menggunakan handuk untuk menutupi rambutnya membalas senyum Vano.

“Wah, harum banget. Ceweknya siapa sih ini?” ledek Vano sembari berjalan dan mengendus aroma yang menguar dari tubuh Elena.

“Apaan sih Abang ini!” ujar Elena sembari tangannya memukul bahu Vano.

Vano langsung berlari ke kamar mandi untuk bersih diri. Tidak membutuhkan waktu lama bagi Vano untuk menyelesaikan mandinya. Saat ini ia hanya memakai celana pendek dan kaos berwarna hitam. Namun, ia lupa melepas peci yang ada di kepalanya. Kini, ia sudah duduk di depan TV sambil mengganti chanel kesukaannya.

Elena masih di dalam kamar untuk bersiap-siap menjalankan ibadah Magrib. Ia pun melakukan sedikit riasan di wajahnya agar terlihat cantik di mata calon mertuanya. Ia keluar dari kamarnya menuju ruang tamu menemui Vano. Wanita yang berambut sebahu itu tiba-tiba menutup mata Vano. Gadis yang masih berumur dua puluh lima tahun itu terus menggoda Vano.

“Kalau enggak dilepas. Aku cium!” canda Vano yang matanya ditutup.

“Ih, Abang!” Elena melepas tangannya sesaat kemudian memukul bahu Vano.

Elena duduk di samping Vano. Ia terus menemani Vano menonton tayangan berita malam. Dari wajah Elena, terlihat ia tidak menyukai tontonan yang berbau berita. Bibirnya cemberut dan ekspresi wajahnya kesal. Ia lebih memilih tayangan hiburan dan sinetron seperti yang ia selalu tonton di Malaysia. Beberapa kali terjadi pertengkaran kecil untuk merebutkan remot yang dipegang Vano.

“Yang, bantu Kak Meli masak sana! Kasian Kak Meli sendiri,” seru Vano.

Lihat selengkapnya