SURGAKU DI BAWAH TELAPAK KAKI ISTRIKU

Khoirul Anwar
Chapter #14

Vano Memberanikan Diri


Sepasang mata Vano terbelalak melihat sosok orang di luar rumah. Tubuhnya basah dan menggigil. Wajahnya terlihat kuyu dan lelah.


“Bapak! Baru pulang melaut Pak?” Ucap Vano sembari memegangi dadanya.


“Kok belum tidur semua? Ada apa Van?” tanya Handoyo yang sudah menahan kedinginan.


“Barusan, ada pembersihan dan pengobatan buat Emak, Pak!” timpal Vano.


Vano memberikan penjelasan cukup panjang apa yang terjadi malam ini. Handoyo yang mendengarkan hanya bisa manggut-manggut dengan bau anyir yang berasal dari pakaiannya. Laki-laki paruh baya itu meminta Vano untuk membuka pintu rumah belakang agar bisa masuk dari belakang dan segera bersih diri.


“Siapa Mas yang datang?” Helena menyela di saat Vano mau membukakan pintu belakang.


“Bapak yang datang,” sahut Vano yang terus masuk ke dalam.


“Kok bapak jam segini datang?” sergah Helena.


“Kamu aja yang nggak tahu kalau bapak sering jam segini pulang melaut. Mbak Meli biasanya yang membukakan pintunya” balas Meli.


***

Di saat semuanya sudah ngumpul untuk sarapan pagi. Vano memberanikan diri untuk meminta izin pada keluarga besar, terutama Handoyo dan Badriyah. Ia sudah mengulur waktu sampai beberapa hari untuk memberitahukan hubungannya dengan Rahma. Laki-laki yang berusia 30 tahunan itu tidak mencari hari yang tepat tapi lebih mencari mood keluarganya yang baik.


Di awal, Vano terlihat canggung mengutarakan keinginannya. Mulutnya tiba-tiba terasa berat untuk mengucapkan kata minta restu. Sepasang manik mata karamel itu hanya naik turun, lirik kanan dan kiri sambil menikmati sarapan.


“Ndang ngomong, dari tadi aku perhatiin mau ngomong kok kamu nggak jadi-jadi,” tegur Mila yang memberhentikan makannya sejenak.


“Jadi gini Pak, Mbak, Dik. Aku mau minta restu untuk menikah ….”


“Sama siapa Mas?” sela Helena penuh dengan semangat.


“Aku berencana mau melamar Rahma, Pak, Mbak.”


Tiba-tiba di ruangan itu hening, tidak ada suara. Satu sama lain saling melirik. Helena menelan salivanya dengan kasar. Aqil hanya menggelengkan kepalanya.


“Kamu nggak ngigau Van?” tanya Meli yang belum bisa menerima kenyataan.

Lihat selengkapnya