SURGAKU DI BAWAH TELAPAK KAKI ISTRIKU

Khoirul Anwar
Chapter #16

Bhakti Vano pada Ibu

“Yang benar? Mbak, kasihanilah Vano. Ia selalu murung, lemas dan stress melihat keluarga besarnya tidak ada yang setuju dengan rencananya.” 

Meli dan Helena masih terdiam. Keduanya masih berusaha mencerna omongan Fahmi barusan. Meli terlihat menggaruk - garuk kepalanya. 

“Maksud mu apa Fahmi, ngomong begitu?” tanya Meli yang manik-manik matanya sudah terbelalak.

Fahmi terdiam. Ia terus melihat ke bawah. Ada perasaan beban dalam hatinya. Perasaan bersalah, canggung dan tidak enak semua jadi satu dalam pikiran Fahmi saat ini. Karena ia sudah memulai, maka ia berusaha memberanikan diri.

“Vano, kan sudah berumur 30 tahun, sudah waktunya nikah. Kasihan mbak, kalau dilarang terus menerus. Biarlah dia menjalankan biduk rumah tangganya sendiri,” ujarnya dengan nada sedikit bergetar.

“Keluarga besar juga tahu, kalau Vano sudah berumur 30 tahunan. Apa salah kalau keluarga besarnya selektif memilihkan pendamping hidupnya? Kalau ada apa-apa dengan pernikahannya kamu mau bertanggung jawab? Mau direpotkan? Halah enggak kan. Nanti kalau ada apa-apa dengan pernikahan Vano balik lagi ke keluarga besar,” timpal Meli ketus.

“Bukan gitu Mbak ….”

“Sudah cukup, jangan campuri urusan keluarga kami. Kami tahu yang terbaik buat Vano. Kamu cukup jadi sahabat yang terbaik buat nya aja,” sela Meli langsung meninggalkan Fahmi.

Meli berjalan pulang bersama dengan Helena. Nampaknya ia masih menahan emosi. Ia tidak percaya jika Fahmi bisa berkata begitu. Dalam perjalan pulang ia terus mengatur nafasnya.

“Aku kesel banget sama Mas Fahmi, sudah tahu Rahma gila masih aja didukung, bahkan dijerumuskan. Bukannya dilarang, malah sebaliknya. Sahabat apaan begitu,” celetuk Helena di tengah-tengah Meli mengatur emosinya.

“Sudah cukup membahas orang itu atau Rahma di depanku saat ini. Muak aku jadinya,” timpal Meli kesal.

Rumah Meli sudah terlihat, di depan sudah ada seorang laki-laki paruh baya yang terlihat cemas di wajahnya. Ia berjalan mondar-mandir seakan ingin mencari bantuan. Meli berlari menghampiri Handoyo dengan secepat mungkin.

“Mel, dari mana? Kasian emakmu Mel, sepertinya sesak nafas.”

“Kok bisa Pak?” Meli langsung berlari menuju kamar Badriyah.

Air mata Meli seketika luruh melihat kondisi emaknya yang tidak stabil. Ia mendekati tubuh wanita paruh baya itu yang semakin hari semakin kurus. Bentuk wajahnya sudah tidak simetris lagi. 

“Mak yang kuat, Mak! ujar Meli sedih dengan menaruh tangan Badriyah di dadanya.

Lihat selengkapnya