SURGAKU DI BAWAH TELAPAK KAKI ISTRIKU

Khoirul Anwar
Chapter #17

Sebagai Panutan

Perjalanan yang dinanti akhirnya datang juga. Vano, Handoyo dan Meli, ketiga orang ini merasa lega karena semalaman mereka terjaga. Vano membawa tas yang berisi dokumen penting dan koper besar. Handoyo dengan pelan membangunkan istrinya. Ia menepuk tubuh Badriyah pelan beberapa kali langsung terbangun. Wanita paruh baya itu terlihat bahagia karena ia akan diobati. Ia terlihat tersenyum tipis.

Meli membantu Handoyo memapah tangan Badriyah. Dengan jalan super pelan, akhirnya sampai juga di jalan raya yang masih terlihat sepi dan lenggang. Pagi ini langit terlihat cerah meskipun bintang-bintang sudah perlahan meninggalkan tempatnya. Bulan purnama yang nampak gagah masih berada pada tempatnya meskipun warnanya sedikit pudar.


“Waw, indah betul ciptaan Tuhan pagi ini,” gumam hati Meli seraya wajahnya mendongak ke atas.

Melihat Badriyah kecapekan karena berdiri terus menerus, maka Handoyo dan Meli mendudukan Badriyah di bawah pohon sengon. Handoyo menyandarkan punggung Badriyah di batang pohon besar itu. Kakinya juga diluruskan agar tidak kebas.

Beberapa puluh menit dinanti akhirnya mobil yang selalu menjadi langganan Handoyo pergi ke Surabaya datang juga. Masih tetap sama, kondisi mobil dalam keadaan kosong.

“Kok tumben Pak telat mobilnya? Ada kendala kah?” tanya Handoyo sesaat mobil berwarna putih itu sampai di depannya.

“Iya nih, tadi sempat ngecek bannya ternyata lagi kempes jadi pergi ke bengkel dulu isi angin,” jawab sopirnya.

Vano memasukkan seluruh barang bawaannya ke dalam mobil. Handoyo dibantu dengan anak perempuannya memindahkan Badriyah ke dalam mobil.

“Mau apa lagi ke RS Mas Vano?” tanya Sopir pada Vano yang duduk di depan.

Saking seringnya Vano menaiki mobil Pak Rahmat hingga keduanya saling mengenal dan akrab. Sudah tidak ada batas lagi pertemanan mereka.

“Ini pak, mau periksa lagi atau mau minta tindakan operasi buat benjolan di leher emak,” jawab Vano.

“Lha pengobatan Alternatif yang aku kasih ke kalian, tidak pernah dicoba kah?” timpal sopir penasaran.

“Sudah semua Pak, tidak ada yang kami lewatkan satupun tapi nyatanya semua tidak berdampak pada kesehatan emak, malah lebih parah.”

“Owh, yang sabar ya Van, mungkin ini sudah takdirnya.”

Vano menoleh ke belakang untuk melihat Badriyah. Dalam benak Vano, ia sangat bahagia dan bangga memiliki kedua orang tua yang selalu senantiasa kompak dan romantis. Badriyah dalam keadaan tidur sembujung. Kepalanya ia letakkan di paha Handoyo.

Tidak terasa mobil yang ia tumpangi sudah penuh penumpang. Meskipun demikian Badriyah tidak terganggu sama sekali dengan naik turunnya para penumpang. Dari awal perjalanan sampai mau sampai Badriyah hanya beberapa kali bangun. Selebihnya ia tidak sanggup membuka matanya.

Lihat selengkapnya