“Begini Mas, semenjak Mas Vano di Surabaya banyak kejadian di rumah yang di luar Nurul mas, eh di luar nalar,” ujar Helena ceplas ceplos.
“Kenapa? Jangan buat Mas Vano penasaran lo!” samber Vano kesel karena sedang lelah.
“Gimana ya mau menceritakannya, panjang banget dan Vano harus siap mendengarkan cerita ini,” tambah Meli.
Handoyo yang berada di luar rumah dengan jelas mendengar omongan mereka. Pria paruh baya itu juga menebak pembicaraannya mau kemana. Ia dengan sigap langsung memanggil Meli ke luar.
“Mel, mau ngomong apa sama Vano? Masalah Rahma?” tanya Handoyo empat mata sama Meli.
“Iya, ada apa Pak?” balas Meli.
“Bapak nggak tahu harus bagaimana Mel, terakhir kali Vano minta restu untuk menikahi Rahma kalau nggak salah dua Minggu yang lalu. Kondisinya sepertinya sedang frustasi Mel. Bapak tidak bisa berkata-kata mendengar curahan hati anak lanang satu-satunya begitu,” ujar Handoyo pasrah.
“Pak, ini benar-benar harus dipisahkan Pak. Kejadian yang barusan di desa ini sangat menghebohkan sekali Pak. Aku aja malu pak,” balas Meli berambisi.
“Sudah, biarkan aja Vano yang memilih kehidupannya Nak, kita tidak bisa mencegahnya kembali, kasian Nak!” timpal Handoyo sabar.
“Pak, jangan biarkan Vano menikah dengan Rahma Pak. Beneran Pak kalau Rahma sudah tidak bisa diselamatkan lagi.”
“Bapak sudah tidak bisa ikut campur lagi. Bapak sudah serahkan sama Vano. Biarkan ia merasakan tanggung jawab dalam rumah tangga seperti apa.” Handoyo langsung masuk ke dalam dan meminta Helena dan Aqil meninggalkan Kakaknya untuk istirahat.
Aqil dan Helena menyusul Mila ke luar. Keduanya bingung kenapa Bapaknya menyuruh mereka meninggalkan Vano.
“Mbak, ada apa?” Helena menggoyangkan tubuh Meli yang sedang mematung.
“Helena, sepertinya kita harus berhenti meyakinkan Mas Vano untuk meninggalkan Rahma.”
“Kenapa Mbak?” Helena makin pusing dan bingung.
Mila hanya terdiam dan menggelengkan kepalanya pelan sembari masuk ke dalam rumah. Helena dan Aqil makin bingung. Ia langsung mengikuti Mila ke dalam rumah.
****
Mendengar Vano sudah balik ke rumah, Fahmi sangat bahagia sekali. Ia langsung menuju ke rumah Vano. Di saat Fahmi masih di area halaman rumah Vano, Meli melihat Fahmi dengan ketus. Mengetahui dilihat Meli begitu, Fahmi jadi takut. Ia hanya menundukkan kepalanya.
“Van …” pekik Fahmi dari luar rumah.