SURGAKU DI BAWAH TELAPAK KAKI ISTRIKU

Khoirul Anwar
Chapter #21

Kabar Duka

Langit masih terlihat gelap gulita. Banyak orang yang masih terbujur kaku menikmati dinginnya malam. Senandung sholawat terus mengalun pelan mengiringi speaker yang keluar dari masjid. Pagi yang masih dini hari ini keluarga Handoyo menghadapi kepanikan.

Handoyo dikejutkan dengan Badriyah yang susah nafas. Tubuh kering Badriyah membujur kaku. Saking susah nafasnya Badriyah sampai harus bekerja keras untuk menghirup udara. Handoyo langsung pergi ke kamar anak-anaknya untuk membangunkan mereka.

“Mel, bangun Nak. Emak …”

Meli masih bingung, nyawanya masih belum terkumpul. Ia terus mengucek matanya sambil menepuk tubuh anaknya karena takut kebangun.

“Emak kenapa, Pak?” tanya Meli dengan nada parau.

“Sepertinya emak akan pamitan sama kita semua. Bangunkan semua saudaramu ya Nak!” titah Handoyo panik terus melanjutkan ke kamar Badriyah.

Air mata Meli tumpah, cuman ia menahan agar tidak ada suara yang keluar dari bibirnya. Wanita itu langsung ke kamar Vano. Untung Vano malam ini tidak jadi ikut melaut karena perutnya sedang sakit.

“Van, bangun … emak butuh didampingi anak-anaknya,” Meli menepuk pelan lengan Vano.

“Ehm … apa sih Mbak, pagi-pagi sudah buat keributan aja.” Vano melanjutkan tidurnya kembali.

“Emak, sedang mengalami sakratul maut Van,” ulang Meli lebih jelas.

“Apa? tidak Mak!” Vano langsung berlari menuju kamar Badriyah. 

Meli datang bersama dengan dua adiknya. Ketiganya sudah tidak bisa menahan rasa sedih dan tangisnya akan kehilangan Ibunya. Ketiganya langsung menyebar ke seluruh bagian. Handoyo dengan setia duduk di sebelah Badriyah sambil mensounding tepat di telinga Badriyah agar selalu mengucap keesaan Allah.

Semakin pagi tubuh Badriyah semakin lemas. Apa yang diucapkan juga mulai tidak jelas. Isak tangis makin kencang mengiringi kepergian Badriyah. Para tetangga mulai datang satu persatu untuk melihat terakhir kalinya Badriyah.

“J -a - ga, an-ak -an-ak ya Pak! Asyhadu an laa ilaha illallah, wa asyhadu anna muhammadar Rasulullah.”

Setelah mengucap kata itu, Badriyah meninggalkan seluruh keluarganya di dunia. Tepat setelah sholat subuh, pada hari jum’at Badriyah menghembuskan nafas terakhir dikelilingi anak-anaknya. Handoyo terus mencium punggung tangan istrinya dan pipinya.

Pagi sudah mulai terang, tetangga sudah memenuhi halaman rumah Vano untuk takziah. Setelah anak dan keluarganya siap. Jenazah Badriyah dibawa ke Masjid terdekat rumahnya untuk disucikan dan dikafani.

“Tolong panggil kan seluruh anak dan suaminya. Bu Badriyah sudah cantik, barangkali anak dan suaminya mau mencium dan melihat wajah orang tuanya untuk terakhir kalinya,” ujar wanita yang memandikan Badriyah atau sering dipanggil mudin.

Meli langsung maju dan menghampiri ibunya yang sudah terbungkus kain kafan. Ia langsung membuka penutup wajah dan mencium keningnya.

Lihat selengkapnya