SURGAKU DI BAWAH TELAPAK KAKI ISTRIKU

Khoirul Anwar
Chapter #24

Perubahan Setelah Menikah

Di pagi hari yang masih berwarna hitam gelap, Vano sudah terbangun. Sejak ia menikah kehidupannya begitu berubah, yang dulunya suka begadang kini hampir tidak pernah. Kecanduannya dengan rokok mulai ia berhentikan perlahan, bahkan ia punya budaya baru yaitu olahraga jalan kaki bersama istri tercintanya.


Kehadiran Rahma benar-benar merubah kebiasaan Vano seratus delapan puluh derajat. Cara berpakaiannya juga lebih muslim, jarang menggunakan celana jeans. Ia lebih memilih celana bahan kain yang tidak menutupi mata kakinya. Kajian hampir tiap Minggu ia datangi bersama wanita yang baru ia nikahi.


Kemanapun ia pergi terus jalan kaki bersama dengan istrinya, bergandengan. Keduanya juga sangat ramah pada warga sekitar. Ia terus menyapa dan senyum.


“Masyaallah, melihat dua pasangan itu kok adem ya dan sangat romantis,” bisik para tetangga.


“Aku kok ngiri ya, bisa seperti pasangan itu. Romantis dan baiknya pada warga,” tambah yang lain.


Keduanya sekarang menuju rumah Meli. Di tangan kanan Vano sudah ada bungkusan plastik hitam yang berisi buah dan jajanan ringan buat keluarganya. Hari ini kedua pasangan yang dimabuk asmara sibuk untuk silaturahmi ke keluarga. Ia harus menyelesaikan semuanya sebelum Vano disibukkan dengan kerja.


“Assalamualaikum,” salam wanita cantik dan manis itu.


Meli langsung mempersilahkan keduanya untuk masuk ke dalam. Hari ini, hari pertama Vano pulang setelah beberapa hari rangkain acara pernikahan. Rahma tidak mau menunjukkan kalau dia tamu. Ia mau menunjukkan sebagai bagian dari keluarga Vano. Wanita itu langsung masuk ke dalam untuk membuatkan kopi buat suami tercintanya.


“Kok di sini Rahma? Biar Mbak yang buatkan aja nggak apa-apa,” tegur Meli.


“Mbak, aku sudah menjadi bagian keluarga ini bukan tamu lagi. Jadi aku bisa melayani kebutuhan suamiku kalau di sini,” jelas Rahma dengan senyum manisnya.


Meli hanya tersenyum sekilas dan membiarkan Rahma membuatkan kopi buat Vano. Dari belakang Meli terus memantau adik iparnya itu. Takut Rahma tidak tahu tempat gula dan kopinya.


“Mbak tempat kopinya dimana ya?” tanya Rahma yang masih beradaptasi.


“Iya kan, baru saja aku membatin khawatir,” gumam Meli.


Mila menunjukkan segala tempat perabotan dan tempat gula dan yang lain. Ia kemudian mengambil cangkir putih yang sering digunakan ngopi. Beberapa sendok kopi ia sudah tuangkan ke dalam cangkir kecil itu.


“Ayo, tahu nggak cita rasa kopi yang Vano sukai,” tegur Meli di belakang.


“Bukannya kalau buat kopi penting manis ya mbak?” celetuk Rahma polos.


“Ya nggak semua orang suka manis Rahma. Kalau yang penting manis diabetes bisa-bisanya,” ledek Meli.


“Owh begitu ya mbak, maaf ya mbak belum tahu apa-apa,” ujarnya sembari menghentikan membuat kopi.


Lihat selengkapnya