SURGAKU DI BAWAH TELAPAK KAKI ISTRIKU

Khoirul Anwar
Chapter #27

Semakin Menjadi

Ajeng mencium ada kejanggalan yang terjadi di rumah tangga Vano. Biasanya waktu subuh baik Vano dan Rahma akan bangun pagi untuk melaksanakan sholat subuh berjamaah. Kali ini hanya Vano saja yang bangun padahal Rahma tidak datang bulan. 


“Rahma sakit kah Van? Kok tumben belum bangun jam segini,” tanya Ajeng penasaran. 


“Iya Bu, jangan diganggu ya. Kasian tadi malam tidak bisa tidur. Baru tidur satu jam yang lalu.”


Ajeng yang mendapat pesan begitu makin penasaran. Yang ia ketahui Rahma baik-baik saja. Ia berjalan mengendap-endap agar tidak ketahuan Vano yang sekarang lagi tilawah di ruang tamu. Pintu kamar Rahma terbuka sedikit jadi ia bisa mengintip dari luar. Saat mata memandang kondisi Rahma tidak sesuai yang diceritakan Vano. Biasanya kalau orang sakit posisinya ia akan tidur tenang dan anteng. Namun yang dilihat Ajeng adalah posisi tidur Rahma yang berantakan dan tidur di bawah kasur. Ajeng menggigit bibir bawahnya. Ia fokuskan lagi sorot matanya ke arah Rahma. Berkali-kali ia mengucek matanya untuk memastikan apa yang ia lihat tapi tetap sama.


Ajeng mulai curiga ada yang berubah. Wanita paruh baya ini mencoba mencari kebenaran dari Vano. Dari posisi belakang Ajeng duduk di sebelah Vano. Karena Vano masih mengaji, ia tunggu sampai selesai.


“Vano jujur sama ibu ya, Rahma kenapa?” 


“Rahma nggak napa-napa Bu, ia lagi tidur biasa kecapekan tidak bisa tidur semalaman,” jelas Vano setelah menyelesaikan bacaan Al qurannya.


Usaha Vano untuk menutupi kondisi Rahma tidak bisa dipercaya. Ia menghela nafas dalam sebelum berbicara empat mata. Sepasang mata Vano sudah memandang mertuanya lekat.


“Ibu tahu nggak, kebiasaan ibu dan anak ibu yang setiap hari menanyakan kok nggak hamil, kapan hamil, ibu pengen cucu, ternyata berdampak sama psikis Rahma?” ujar Vano dengan nada suara bergetar. 


“Lha kan wajar kalau tanya, kan Rahma anak pertama menikah, jadi ibu ya mengharapkan cucu darinya!” balas Ajeng belum mengerti kondisi Rahma.


“Ha-ha-ha, wajar katanya! Besok lihat sendiri apa yang terjadi dengan anak Ibu,” tantang Vano matanya sudah berkaca-kaca dan meninggalkan mertuanya sendiri untuk olahraga pagi.


Ajeng hanya membeku dengan apa yang dikatakan Vano. Ia mulai berintropeksi diri, apa yang sudah diperbuat nya terhadap anaknya. Matanya mulai meneteskan air mata, ia baru sadar jika ia sudah terlalu keras terhadap Rahma.


Tepat jam 07.00 pagi, biasanya Rahma akan mempersiapkan sarapan pagi buat Vano tapi sampai detik ini Rahma masih tidur. Melihat kondisi begini Vano bergegas masak sendiri buat ia makan.


“Rahma belum bangun?” celetuk Ajeng.


Vano belum menjawab apapun. Ia masih sibuk membuat makanan mie goreng. Dari dalam rumah suara wanita tertawa terbahak-bahak memecah keheningan di pagi hari. Ajeng langsung berlari menuju sumber suara. Matanya terbelalak melihat tingkah Rahma yang aneh. 


Rahma memasukkan sarung dan bantal ke dalam tubuhnya sehingga perutnya terlihat seperti hamil. 


“Aku hamil sayang, aku hamil.” teriak Rahma.


“Rahma, ini ibu. Sadar Nak!” Ajeng berusaha menyadarkan Rahma.

Lihat selengkapnya