SURGAKU DI BAWAH TELAPAK KAKI ISTRIKU

Khoirul Anwar
Chapter #31

Vano Terus Berjuang

Rahma semakin hari semakin menjadi-jadi. Kadang ia menjadi anak kecil, orang wanita tua, kadang seorang bapak-bapak. Sikapnya sudah tidak bisa dikontrol. Ada orang pintar melihat Rahma seperti ada yang mengirim ilmu santet dan guna-guna. Vano percaya, karena apa yang disampaikan orang pintar itu ada di Rahma. Karena Vano terdesak ingin segera istrinya cepat sembuh, ia membawa ke dukun tersebut. Di sana Vano mendatangi rumahnya. Di dalam ia diberi mantra untuk diberikan ke Rahma dan ditempel di rumah-rumahnya untuk melindungi gangguan jin yang dikirim.


Tauhid yang dulu melekat pada keduanya, seakan luntur dengan ujian Tuhan. Hampir setiap minggu, kalau pulang melaut ia pergi ke rumah orang pintar itu. Setiap pulang ia dibawakan sebuah air botol penuh yang berisi jimat tulisan arab untuk diminumkan isterinya.


Vano tidak hanya berhenti di orang pintar saja. Ia juga mengobati Rahma dengan di ruqyah oleh ustadz/kyai. Sudah tidak terhitung lagi berapa banyak Ustadz/Kyai yang sudah meruqyah Rahma. Semuanya juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Bahkan keduanya harus rela tinggal di sebuah pesantren dengan durasi waktu berminggu-minggu. Harapan Vano melakukan ini semua untuk istrinya sembuh namun Allah belum berkehendak.


Vano sedang bermain di rumah Handoyo. Ia seperti biasa hanya menghabiskan waktunya untuk merokok dan minum kopi. Pandangannya terus kosong. Meli yang melihat Vano lelah merasa iba.


“Sudah Mas, kalau sudah tidak sanggup kembalikam ke keluarganya. Kenapa kamu harus bersusah payah mengobati kalau tidak sembuh-sembuh,” ujar Meli berempati.


“Jangan bilang begitu mbak, nanti usahaku sia-sia. Aku masih berusaha untuk menyembuhkannya. Sampai kapan?” sergah Vano memelas.


Dari dalam Handoyo keluar sambil minum kopi. Ia menghela nafas dalam-dalam sebelum ia berbicara Vano. Ia duduk di samping Vano yang menghadap jalan.


“Nak, selama ini usaha tidak pernah berhasil bukan karena kamu tidak berusaha tapi ada alasan lain …”


“Alasan apa Pak?” Vano penasaran dengan perkataan bapaknya yang terpotong.


“Alasan lain yaitu karena kamu sudah tidak mendengarkan nasehat emakmu. Kamu masih ingat kan, apa yang dikatakan Emakmu?”


Vano beristighfar sekeras-kerasnya. Ia menundukkan kepalanya sambil menggeleng. Kelopak matanya sudah mulai basah dengan air mata. Pikirannya seakan sedang tayang masa lalunya yang begitu angkuh tidak menghargai pesan terakhir orang tuanya.


“Terus bagaimana pak?” 


“Bapak tidak tahu apa yang harus kamu lakukan, tapi coba datang ke kuburan ibumu dan minta maaf lah,” saran Handoyo tapi beliau tidak yakin dengan idenya.


Lihat selengkapnya