SURGAKU DI BAWAH TELAPAK KAKI ISTRIKU

Khoirul Anwar
Chapter #32

Rahma Melarikan Diri

Di pagi yang masih buta, Rahma sudah terbangun. Kondisi rumah yang sepi membuat Rahma makin leluasa bertindak. Untuk mengakali pintu yang masih dikunci, ia melewati jendela untuk bisa kabur. Kaburnya Rahma tidak diketahui Ajeng. Faktor umur dan kesehatanlah membuat Ajeng tidak bisa mengawasi Rahma dengan baik.

Keterbatasan langkah kakinya yang disebabkan pengapuran di bagian sendi kakinya membuat hari-harinya sulit berjalan. Ajeng mengira jika Rahma berada di kamar. Namun, setelah dicek ternyata tidak ada siapa-siapa di dalam kamar. Betapa kagetnya Ajeng. Matanya sudah sembab. Bibirnya terus memanggil nama Rahma.

Dengan berjalan kaki memincang Ajeng mencoba mencari Rahma di luar. Wanita paruh baya itu menuju kakak tertuanya Rahma. Sambil terus menyeret langkah kakinya, ia berusaha menjangkau rumah Luluk.

"Luk, Rahma kabur. Ibu tidak bisa mencarinya," ujar Ajeng khawatir.

"Apa-apaan sih Rahma ini, pagi - - pagi sudah ngrepotin banyak orang," balas Luluk ketus.

"Sudah Nak, ibu minta tolong sama kamu ya, Carikan adikmu."

Luluk dan Pandu - suaminya memulai pencarian. Di mulai dari rumah keluarganya, teman dan tetangga. Namun, tidak dijumpai Rahma.

Luluk meminta Ajeng untuk kembali ke rumah karena takut kecapekan. Ajeng mengikuti arahan dari anak tertuanya. Pekikan suara laki-laki tua dari kejauhan membuat Luluk dan Pandu menoleh. Manik-manik matanya menangkap pria tidak dikenal berlari menuju arahnya.

Pria tua itu berhenti tepat di depan Luluk dan Pandu. Terdengar tarikan nafasnya saling berganti dan berat. Tubuhnya membungkuk seakan lagi mengisi rongga dadanya yang kehabisan udara.

"Itu, ada seorang wanita muda sedang bermain di jembatan dekat jalan raya. Banyak yang ngomong kalau itu dari keluargamu," ujar laki -laki paruh baya itu tersengal-sengal.

"Yang benar Pak? Dimana?" tanya Luluk yang belum percaya dengan perkataan orang tua itu.

Dengan nafasnya masih tersengal-sengal, orang tua itu mengulangi perkataannya dan jarinya sudah menunjuk arah. Luluk yang mendengar informasi ini makin cemas dengan kondisi Rahma. Pandu menepuk bahu Luluk memberikan isyarat untuk segera ke sana.

Sasampainya di TKP, Luluk terdiam membeku setelah sepasang matanya melihat orang yang ada di depannya. Wanita muda itu telanjang bulat, tidak ada sehelai benangpun melekat di tubuhnya. Tubuh Rahma sudah berendam di sebuah air hitam pekat dengan bau yang sangat menusuk hidung. Luluk mendekati Rahma yang asik bermain air comberan. Sedangkan Pandu mencari sebuah kain yang bisa menutupi tubuh Rahma. Ada seorang ibu yang baik hati. Ia memberikan kain sarung milik suaminya untuk dihibahkan ke Pandu.

"Terimakasih" ujar Pandu tulus.

Kabar berita ini sampai pada indera pendengaran bibi Vano kemudian dilaporkan ke Meli dan Helena. Setelah mendapatkan kabar memalukan ini, ketiganya berlari menuju tempat kejadian. Betapa tercengangya ketiga orang ini. Helena, Meli dan Farida tidak bisa berkutik dari tempat setelah mereka melihat sendiri yang ada di depan matanya.

Mel, Mel opo sing dicari oleh Vano Mel .. Mel .. sampai tidak bisa meninggalkan wanita seperti ini. Wes tah lah, tak jamin Rahma iku nggak akan sembuh, lha dia punya keturunan orang gila kok,” dumel Farida Bibi Vano.

Yo, aku yo ra tahu, yang dicari Vano apa,” balas Meli sambil menghembuskan nafas.

“Aku dadi Vano, wes tak buang sejak awal pas kumat,” timpal Farida sedikit memprovokasi.

Mbak wes moleh bae, tambah ikut emosi aku. Ini lho kalau Vano tahu kalau istrinya telanjang begini bagaimana?” tambah Helena sedikit emosi.

Ketiganya pulang ke rumah. Mereka tidak peduli Rahma pulang dengan siapa. Disepanjang perjalanan ketiganya terus menggunjing Rahma dan Vano. Bahkan ketiganya terutama Farida sering mengeluarkan kata yang merutuki Vano yang begitu bodoh dengan keputusannya terus bersama dengan Rahma.

Luluk terus mencari cara bagaimana ia bisa membujuk Rahma untuk pulang. Butuh usaha lebih mengajak Rahma pulang. Namun dengan kemauannya yang kuat dan komunikasi yang lembut, akhirnya Rahma mau ikut pulang. Luluk bernafas lega. Meskipun rasa malu dirasakan ketika sorot mata warga tertuju pada keluarganya.

Lihat selengkapnya