Surrealism on the battlefield

Khalid Rahmat Arya
Chapter #1

Bab 1 - Salvador Dali

"Maaf tuan, saya tidak menyimak dengan baik. Bisa Anda ulangi kalimat Anda sebelumnya?"

"Baiklah, akan kuulangi. Salvador Dali, kau akan berangkat ke blok utara dengan misi memata-matai perusahaan penyuplai bahan bakar musuh."

Salvador Dali berkeringat dingin menerima tugas yang begitu tidak masuk akal.

"Ta-tapi kenapa harus saya?"

Jenderal besar menjawab, "Kamu memiliki kemampuan sosialisasi dan intelektual yang tinggi. Tugas kamu sangat sederhana, kamu harus mendekati pemilik perusahaan minyak itu lalu membuatnya berpihak pada Surealismemu."

"WALAUPUN BEGITU, BUKAN BERARTI SAYA BISA DEKAT DENGAN SEMUA ORANG, APALAGI DENGAN AFILIASI MUSUH!!"

Dali tidak sengaja meninggikan suaranya.

Dengan segera dia meminta maaf.

"Maafkan saya, hanya saja, misi ini terlalu berat untuk seorang pelukis."

"Justru karena kamu pelukis, kamu lebih pandai mengekspresikan diri dengan cara yang tidak membahayakan. Kamu terkenal, serta memiliki kebebasan diplomatik untuk pergi ke mana saja. Selain itu, kami akan membayarmu dengan harga yang sesuai dengan pengabdianmu."

Mendengar akan dibayar, tentu saja Dali tidak akan meminta reward yang biasa saja dalam misi ini.

Karena tidak mungkin baginya untuk menentang perintah Jenderal, lebih baik menerima misi ini dan memikirkan cara bertahan hidup di sana.

Tapi sebagai gantinya, Dali menginginkan hadiah yang besar.

Oleh karena itu, Dali pun membawa 3 saksi yang merupakan teman baiknya. Mereka menjadi saksi perjanjian antara Dali dengan pihak militer.

Jika Dali berhasil dalam misi jangka panjang itu maka dia akan diberikan rumah mewah, beserta sebuah desa di pinggir pegunungan, ditambah fasilitas dan tunjangan untuk seumur hidupnya.

Tidak berhenti sampai di situ, Jenderal juga berjanji akan menyembunyikan keberadaan Dali dari mata media, agar Dali bisa hidup dengan tenang bersama keluarganya.

Usai berjanji dan bersumpah setia pada negara, Salvador Dali keluar dari ruangan sambil mengelap keringat di lehernya.

"Ya ampun, kamu benar-benar akan pergi, Dali?" Tanya salah satu temannya.

"Kalian tahu aku tidak bisa menolak. Aku akan menulis surat untuk keluargaku."

Saat Dali ingin pulang ke rumah secara mengejutkan militer tidak mengizinkannya.

Mereka berdalih jalur yang biasa digunakan diserang oleh kelompok revolusioner.

Dali harus menerima kenyataan pahit bahwa dia tidak bisa menemui keluarganya sebelum pergi ke negeri musuh.

Kemudian salah satu temannya yang bertindak sebagai saksi memberanikan diri mencuri kertas dan pulpen agar Dali bisa menulis surat untuk keluarganya.

"Aku akan menyelinap keluar, kau tidak perlu mengkhawatirkanku, aku bukan orang yang bisa militer sentuh tanpa pertimbangan."

Dali mengangguk.

Dia tidak akan melupakan pengorbanan teman wanitanya itu.

Dali diminta menunggu di markas militer selama kurang lebih 36 jam sebelum kapal kargo yang akan membawanya ke blok utara berlabuh.

Dali dikawal ke pelabuhan yang jaraknya tidak terlalu jauh. Dia diminta membawa barang-barang untuk melukis, seperti kanvas, kuas, cat air, penggaris, pensil, dan semacamnya.

"Tuan Salvador Dali, terima ini."

Prajurit itu memberikan pistolnya kepada Dali.

"Itu bukan pistol biasa. Ketika sampai di lepas pantai blok utara, Anda harus menembak seseorang dengan pistol itu."

"Jelaskan lebih rinci padaku!"

Prajurit itu menjelaskan misi sampingan yang harus Dali lakukan ketika turun di pelabuhan musuh.

Dali harus menembak seorang perampok. Secara spesifik, dia harus menembak perampok itu di area tubuh sebelah kanan.

"Kenapa aku harus melakukannya?"

"Itu untuk keperluan militer, sayang sekali Anda tidak bisa mengakses informasi rahasia itu."

Dali kembali muram. Dia tidak pernah memegang pistol seumur hidupnya.

Lihat selengkapnya