Ada luka yang tidak bisa dijelaskan lewat kata namun hanya air mata yang sanggup menjadi jawabannya.
•••
Entah sudah berapa lama Alana berkutat dengan tugas-tugas yang sedang dikerjakan seorang diri di dalam perpustakaan, padahal jam sudah menunjukkan pukul lima sore dimana sebentar lagi pintu gerbang sekolah akan segera dikunci.
Setelah semua tugas sudah dia selesaikan Alana segera bergegas untuk pulang sebelum dia benar-benar terkunci di sekolah ini sendirian.
“Neng Alana kok baru mau pulang?” Tanya pak Joko, pria paruh baya yang bertugas menjaga sekolah.
“Iya pak, tadi ngerjain tugas dulu” jawab Alana sopan.
Pak Joko mengangguk “Oh begitu, langsung pulang ya neng soalnya disini rawan kalo sepi”
Alana tersenyum simpul “Iya ini juga lagi nunggu Abang saja jemput, mungkin sebentar lagi dia sampai pak”
“Ya sudah bapak duluan ya neng”
Alana mengangguk sebagai jawaban, tak lama berselang sepeninggal pak joko dari sana handphone Alana berbunyi, sebuah panggilan dari Aga.
“Halo bang? Abang udah sampe mana?” Tanyanya langsung
“Justru itu dek, Abang mau bilang sama kamu kalo Abang gak bisa jemput sekarang karena ban mobil Abang pecah di jalan. Ini aja Abang lagi nyari bengkel yang deket dari sini” jawab aga di seberang sana.
Alana menghembuskan napas berat mendengar jawaban Aga “Yaaah terus aku gimana bang?”
“Gini aja dek, gimana kalo kamu pesen ojek online atau naik angkutan umum aja. Kamu gak apa-apa kan?”
“Yaudah deh aku naik angkot aja”
“Hati-hati ya dek udah mau maghrib soalnya, nanti kalo kamu udah sampe rumah langsung kabari Abang ya” pesan Aga.
“Oke bang”ujar Alana sebelum mematikan sambungan telepon.
Dengan sangat terpaksa Alana melangkahkan kakinya menuju jalan raya untuk mencari angkutan umum yang lewat, namun sayangnya sudah lima belas menit dia berjalan tak ada satu pun kendaraan yang lewat ditambah lagi kondisi jalanan yang sepi membuat Alana semakin waspada.
Hari semakin bertambah gelap namun dia tak kunjung jua menemukan kendaraan yang akan membawanya pulang. Entah kenapa tiba-tiba saja perasaannya tidak enak dia merasa seperti ada yang mengikutinya dari belakang. Alana ingin menoleh tapi dia takut jika orang dibelakangnya adalah orang yang ingin berbuat jahat padanya.
Langkah kakinya pun semakin cepat, jujur saja dia mulai merasa ketakutan karena orang itu juga semakin mempercepat langkah untuk menyusulnya. Tiba-tiba saja seseorang sudah lebih dulu membekap mulutnya dari belakang, Alana panik dia berusaha berontak untuk melepaskan diri dari jeratan seseorang yang dia yakini adalah seorang pria karena dia melihat sebuah tato yang melingkar di pergelangan tangannya. Namun apalah daya tenaganya tidak sebanding dengan pria yang tengah membekapnya sekarang. Dia mencoba berteriak namun pria itu justru semakin kencang membekap mulutnya, dan tidak ada pilihan lain bagi Alana selain mengikuti kemana pria itu akan membawanya.
Serangan panik kembali menyerang Alana ketika pria itu membawanya ke sebuah rumah kosong di gang sempit yang sepi, berbagai pikiran buruk memenuhi isi kepalanya memikirkan apa yang akan pria asing itu lakukan padanya. Tanpa sadar air matanya pun mulai merembes membasahi wajahnya, dia berusaha berteriak meminta tolong berharap akan ada yang mendengar dan menyelamatkannya.
“Siapa kamu! Tolong jangan sakiti saya hiks…”ucap Alana sesenggukan. Dia mencoba memohon agar pria asing ini tidak menyakitinya.