Surrender

nanik widiana
Chapter #3

3. Hancur

Ketika seseorang menangis bukan berarti dia lemah, tetapi mungkin menangis adalah cara dia memberi tahu dunia bahwa dia sedang tidak baik-baik saja.

•••

Sudah lima belas menit Aga berjalan mondar-mandir di depan pintu kamar Alana yang tak kunjung terbuka, dia cemas dengan keadaan adiknya yang tidak keluar kamar sejak semalam. Berulang kali dia mengetuk pintu namun tidak ada jawaban apapun dari dalam, hal itu membuat Aga semakin khawatir dan cemas.

“Dek ayo keluar ini udah mau jam tujuh loh, kamu bisa telat kalo gak keluar sekarang” Ujar aga dari depan pintu.

Tidak ada jawaban dari Alana.

Aga menarik napas kemudian kembali mengetuk pintu kamar adiknya, kali ini dengan sedikit keras.

“Alana buka pintunya dek, Abang khawatir dari semalam kamu gak keluar kamar sama sekali, buka ya dek”

“Maaf bang tapi hari ini Alana gak bisa ke sekolah, aku lagi gak enak badan”sahut Alana dari dalam. Suaranya terdengar serak dan hal itu membuat Aga seketika mengernyitkan keningnya.

“Kamu sakit dek? Kalo gitu buka pintunya Al, Abang mau periksa kondisi kamu”

“Gak perlu bang, aku cuma butuh istirahat sama minum obat aja udah cukup”

Lagi-lagi Aga menghela napas panjang mendengar penuturan adiknya dari dalam “Yaudah biar Abang siapin bubur buat kamu ya, jangan lupa dimakan. Maaf Abang gak bisa nemenin kamu, hari ini Abang ada kelas pagi sampe sore. Kamu gak apa-apa kan dek?” ujarnya memastikan, supaya dia tenang saat meninggalkan Alana yang sedang sakit sendirian di rumah.

“Iya, Abang pergi aja”balas Alana

Setelah itu Aga segera bergegas untuk menyiapkan bubur beserta vitamin untuk Alana, supaya adiknya itu cepat pulih dan bisa beraktivitas seperti biasa.

Sementara itu di dalam kamar Alana masih meringkuk di atas tempat tidurnya dengan air mata yang terus mengalir. Semalaman dia tidak tidur karena tragedi yang menimpanya. Setiap kali dia mencoba memejamkan mata maka bayangan menyakitkan itu akan muncul menghantuinya, dan hal itu yang membuatnya terjaga semalaman. Wajahnya tampak mengerikan dengan kantung mata yang menghitam dan bengkak karena menangis sepanjang malam meratapi nasibnya yang malang.

Gadis itu masih belum bisa percaya apa yang sudah menimpanya kemarin, dia merasa semua itu hanya bagian dari mimpi buruknya. Namun Alana tau sekuat apapun dia menolak kenyataan pahit itu, hal itu tidak akan merubah apapun yang sudah terjadi. 

Dengan langkah gontai dia berjalan menuju kamar mandi, menyalakan shower dan berdiri dibawah guyuran air yang dia harapkan bisa membersihkan tubuhnya dari jejak yang ditinggalkan pria itu.

Air matanya kembali luruh, dia mencoba memejamkan mata menekan gejolak dalam dirinya yang rapuh ini. Dia benci dirinya sendiri, dia benci dengan keadaannya dan dia benci takdir yang telah menghancurkan kebahagiannya.

“AAAARRGHH…!!!”

Dia berteriak frustasi meluapkan segala emosi yang bergejolak, rasa jijik kembali melingkupi dirinya. Dengan kasar dia menggosok tubuhnya berharap bekas keunguan yang ditinggalkan pria brengsek itu hilang, namun sekeras apapun dia mencoba menghilangkannya tanda itu masih tetap ada menghiasi kulit putihnya, yang dia dapatkan justru rasa perih akibat kulitnya yang terluka.

Tangis Alana semakin keras, dia meraung hingga memukuli tubuhnya sendiri dibawah guyuran air yang dingin. Hampir setengah jam dia berada di kamar mandi, tubuhnya pun sudah mulai menggigil kedinginan, dia memeluk tubuhnya sendiri sebelum menyambar handuk untuk mengeringkan tubuhnya yang basah.

Setelah mengganti pakaiannya dengan sweater turleneck yang dia gunakan untuk menutupi tanda di lehernya, Alana keluar dari kamar dan segera turun menuju ruang makan. Disana sudah tersedia semangkuk bubur berserta air putih dan vitamin yang sudah dipersiapkan Aga untuknya. Tanpa berlama-lama lagi Alana langsung memakan buburnya hingga tak tersisa. Bohong jika dia bilang tidak lapar karena sejak semalam perutnya sama sekali tidak terisi, jadi wajar jika dia merasa kelaparan meskipun sebenarnya dia tidak terlalu nafsu.

Setelah menghabiskan makannya gadis itu segera bergegas kembali ke kamar untuk beristirahat dan memejamkan matanya, berharap kali ini ingatan buruk itu tidak lagi menghantuinya.

Namun sekeras apapun Alana mencoba memejamkan mata, bayangan dimana pria itu menyentuh dan menjamah bagian tubuhnya yang sensitive kembali muncul menghantuinya. Alhasil mau tak mau Alana kembali terjaga seperti semalam.

•••

Lihat selengkapnya