Surrounded (Dalam Kepungan)

Yaldi Mimora
Chapter #8

Part-8: Hercules T-1312

   Kesabaran si pak tua tiba-tiba saja buyar di saat dia mendengar suara letupan yang menggelegar. Pak tua ‘mbah Reihan’ itu kaget, dia langsung menolehkan wajahnya ke arah suara letupan. Pak tua itu semakin kaget lagi setelah menyaksikan ternyata beberapa botol plastik yang tersisa dari kios minyak miliknya tiba-tiba saja ludes terbakar. Api yang muncul dipicu oleh puntung rokok dari salah seorang lelaki perlente yang tadi ikut menggusur barang-barang dagangan si pak tua dan penjual buah-buahan lainnya yang ada di sana.

    Api mulai menjalar, dan kini semakin membesar. “Tolong....! tolong....! kios minyak milik mbah Reihan terbakar.” Teriak salah seorang pedagang buah-buahan sembari berusaha memadamkan api yang semakin bertebaran. Beberapa orang pedagang yang ada di sekitar sana ikut membantu memadamkan kobaran. Namun gilanya, lelaki perlente yang ada di sana berlalu begitu saja dengan melenggang tangan.

    Bagai granat tangan yang meledak dalam genggaman tangan, itulah yang terasa di dalam lubuk hati paling dalam mbah Reihan ketika dia menyaksikan bagaimana kobaran api yang tiba-tiba saja telah menghanguskan kios minyak miliknya yang tak berdosa. Api yang berkobar dan perbuatan semena-mena itu telah memicu ingatan si pak tua pada kobaran api yang terjadi 48 tahun yang silam tepat di hadapannya. Mengungkit kembali kenangan dirinya bersama prajurit-prajurit infanteri marinir yang lainnya di saat satu persatu dari mereka harus rela melepaskan nyawa satu-satunya yang mereka punya.

    Mata tajam menatap, namun mbah Reihan seolah-olah tak melihat. Darah merah menggelegar menyaksikan perlakuan yang semena-mena. Jantung seakan-akan meledak dengan keras “....duaaaaar....! duuuuummm....!” Seperti kerasnya suara ledakan peluru kanon roket kaliber 105 mm milik fretilin keparat

    Ingatan si pak tua ‘mbah Reihan’ itu kemudian terlepas, pikirannya tiba-tiba kosong untuk sesaat, kemudian melayang jauh menembus jarak dan waktu secepat kilat. Ingatan yang terlepas itu kemudian terjerembab dia dalam kerimbunan semak belukar yang lebat. Sebuah pertempuran, itulah kemudian yang ada dalam ingatan mbah Reihan kini. Terbayang dengan jelas di pelupuk matanya akan peristiwa mengerikan puluhan tahun yang silam. Sebuah pengorbanan besar-besaran demi membela suatu kehormatan. Bongkahan mesiu panas yang menggelegar di hadapannya dia hadapi tanpa rasa gentar.  

    Masih terbayang jelas di pelupuk mata si pak tua ‘mbah Reihan’ di saat tanah di sekitar dirinya terbang berhamburan, bertebaran bak gunung api meletus. Beberapa pohon akasia yang tumbuh liar tercabut dari akarnya, patah berkeping-keping karena kedahsyatan yang luar biasa. Asap hitam dari mesiu mortir tak henti-hentinya menyelimuti sebagian langit di atas hutan itu, menjanjikan kematian bagi siapa saja yang berada di sana. Di sanalah dirinya ketika itu berada sedang menyabung nyawa.

.....................

    “Jika senjata AK-47 itu kini mata ada di tangan, pastilah sudah aku tembakkan ke arah mereka yang ada di sana.” Gumam si pak tua dalam lamunannya.

.....................

***** 

   ....Dili – Proponsi Timor timur Indonesia (sekarang Timor leste) : Desember 1975 : 48 tahun yang silam, di mana kisah pertempuran itu dimulai....

Lihat selengkapnya