Bunyi letupan tiba-tiba saja terdengar dari dalam ruangan kokpit kemudi pesawat. Sepertinya itu adalah suara tembakan, kemudian diiringi dengan bunyi pecahan kaca. Seluruh prajurit mendengar suara itu, tak ada yang berani bersuara, semunya saling berpandangan dalam kebisuan. Beberapa detik kemudian, lampu-lampu yang ada dalam ruang kabin pesawat Hercules T-1312 mulai meredup.
Suasana yang tadinya hening mendadak berubah tegang, alarm dalam ruang kabin pesawat ‘bib... bib.. bib... bib..’ terdengar berbunyi tak henti henti. Hembusan napas masing-masing prajurit seketika terdengar mengeras. Sedetik kemudian, bunyi morse memecah ketegangan dalam ruangan pesawat. Kode merah kemudian tiba-tiba juga menyala, hal itu lebih cepat tiga menit dari yang direncanakan. Seluruh prajurit terperanjat. “Ya Tuhan....!”
Desah napas yang mengeras mendadak tertahan dalam-dalam. Mereka semua tahu apa arti kode itu, penerjunan besar-besaran untuk memulai aksi tembak-tembakan dengan pasukan lawan dalam serangan fajar akan segera dilakukan. Semuanya tegang dalam kebisuan, sebahagian prajurit berpikir, kalau kalau saja dalam penerjunan nanti mereka akan melenceng dari titik ‘....drop zone...’ yang telah ditentukan, hal itu tentunya akan menyulitkan bagi mereka untuk berbenah sebelum melakukan penyerangan.
Dalam waktu beberapa saat, prajurit-prajurit hanya mampu membisu saling pandang, lalu mengusap-usap dada yang deg-degan. Harapan untuk bisa kembali bertemu dengan kedua orang tua dan anak istri tercinta setelah begitu lama terpisah kini harus mereka pendam dalam-dalam. Rasa cemas tak bisa mereka sembunyikan. Bayangan akan kesenangan dunia yang fana juga harus mereka tinggalkan. Nyawa yang satu satunya yang ada dalam dada harus mereka pertahankan dengan mati-matian.
Lampu kuning kemudian terlihat berubah hijau, seluruh prajurit paham apa itu maksudnya. Tanpa komando, tanpa aba-aba, tanpa air mata dan juga tanpa karangan bunga, seluruh prajurit yang ada langsung berdiri tegap membentuk barisan sesuai dengan urutan stick masing-masing.
Detik demi detik berlalu begitu cepat. Seorang perwira dispatcher terlihat mengintip keluar pesawat untuk mendapatkan pengamatan lebih cermat terhadap drop zone di mana prajurit-prajurit infanteri marinir nanti akan mendarat. Jari jempol diacungkan, jumping master kemudian terdengar berteriak. “....penerjun siap....!” Dengan serempak prajurit prajurit itu langsung bergerak. Semuanya berbaris di pintu pesawat, mencantolkan stick secara berurutan sesuai dengan nomor stick masing-masing.
Waktunya pun kini tiba, prajurit-prajurit meletakkan tangan di dada memanjatkan doa pada Yang Kuasa. Secara perlahan, pintu pesawat Hercules T-1312 itu kemudian mulai menganga, lalu terbuka dengan sepenuhnya. Pesawat itu terguncang hebat ketika pintu terbuka. Tak di sangka, badai di luar pesawat ternyata tengah menghadang dengan garang. Molekul-molekul air hujan disertai angin kencang langsung menyerobot masuk ke dalam ruang kabin pesawat. Tubuh-tubuh prajurit sempoyongan seketika, tak sedikit dari mereka yang muntah terkena terpaan angin yang terasa bagai menyentak dada.
Penerjun pertama sersan Parman berdiri di ambang pintu pesawat, diikuti kopral Taufik yang berada tepat di belakangnya. Puluhan prajurit lainnya menyusul di belakang terlihat berbaris panjang. Tangan kiri para prajurit menempel ketat di dinding pesawat, tangan kanan siaga pada parasut cadangan yang lumayan berat. Bunyi bel kemudian terdengar berdering panjang pertanda penerjunan sesaat akan menjelang. Jantung semakin dag dig dug berdetak kencang. Doa kembali mereka panjatkan memohon keselamatan.