Surrounded (Dalam Kepungan)

Yaldi Mimora
Chapter #11

Part-11: Kaliber 60 mm

  Matahari pagi mulai bersinar garang, suasana pertempuran salin baku tembak yang berlangsung di sekitar area kaki perbukitan di sisi timur sungai X yang membelah kota Dilli itu juga semakin garang. Timah timah panas masih terus berdesingan melejit ke sana ke mari. Kontak senjata frontal saling berhadapan antara belasan pasukan infanteri marinir yang bertahan mati-matian setelah penerjunan menghadapi puluhan prajurit baret cokelat fretilin mantan prajurit tropaz serdadu portugal yang berada di sekitar lereng dan kaki perbukitan tak henti-hentinya terdengar.

    Dua jam sudah pertempuran sengit berlalu, pasukan fretilin masih berada dalam kekuatan penuh. Peluru-peluru musuh terus berdesingan. Permukaan tanah yang bergelombang dan bebatuan yang ada di sekitar prajurit-prajurit infanteri marinir yang sedang tiarap ikut jadi sasaran. Dinding-dinding dan lekukan tanah yang yang ada di hadapan mereka pecah berhamburan. Sebahagian dari peluru-peluru panas itu meleset hanya beberapa senti di atas kepala. Prajurit-prajurit itu terpaksa menghentikan tembakan untuk sesaat, kepala mereka rapatkan ke tanah. Sedikit saja kepalanya nongol dari lekukan tanah, maka tamatlah riwayat mereka.

*****

    Hingga pukul sepuluh pagi, pertempuran masih berlangsung sengit. Prajurit infanteri marinir yang bertahan di sayap kiri depan masih tersisa empat orang. Prajurit satu Anwar, prajurit satu Afrizal, prajurit dua Ramadhan dan kopral dua Wawan yang bertahan di sana berhasil membantai belasan orang fretilin yang berada di sekitar area kaki perbukitan. Namun sayang, sersan mayor Rudi, Letnan satu Diman dan tujuh orang prajurit lainnya tewas tertembus peluru fretilin di awal awal pertempuran. Kapten Totong komandan pleton mereka tak ada terlihat di antara prajurit-prajurit infanteri marinir yang tengah melakukan penyerangan. Tubuh perwira itu keburu tertembus sebutir peluru di saat dirinya masih berada di angkasa saat penerjunan. Prajurit infanteri marinir yang kini tersisa hanyalah para tamtama muda dan seorang bintara.

    Tujuh orang prajurit infanteri marinir terlihat masih tersisa di sisi tengah. Prajurit dua Eko, prajurit dua Sumarno, prajurit dua Sukhairi dan Kopral satu Yudi yang berlindung di balik bebatuan tengah sengit-sengitnya melepaskan tembakan. Apapun yang terjadi, mereka bertekat akan merebut markas musuh dan membalas kematian rekan-rekan mereka yang terlanjur tertembus peluru fretilin keparat.

   Masih ada belasan orang prajurit infanteri marinir yang lain yang juga tengah sengit sengitnya melepaskan tembakan secara berpencar di area lapangan terbuka. Tujuh orang tamtama dan seorang bintara terlihat berhasil mendekati area di sekitar lereng perbukitan dengan cara merayap di antara bebatuan. Mereka terus bergerak maju untuk mendapatkan jangkauan tembak yang lebih aman. Beberapa orang prajurit yang lain ada yang mendarat terlalu jauh dari area perbukitan, mereka juga masih terus bergerak dengan cara merangkak sembari terus menembak. Tak hanya mereka, tiga orang prajurit infanteri marinir bahkan ada yang terjerembab tepat di sungai X. Belum lagi mereka sempat menepi, prajurit-prajurit itu keburu tewas disergap buaya lapar. .

*****

    Menjelang siang, sinar matahari terasa semakin panas, pertempuran frontal kontak senjata di sekitar area kaki perbukitan itu juga semakin memanas. Pasukan musuh yang kewalahan kini mulai mendambah kekuatan mereka. Tambahan belasan pasukan infanteri fretilin terlihat bergerak keluar dari sarang. Beberapa orang menenteng senjata laras panjang menuruni lereng perbukitan, kemudian menghilang di balik kerimbunan dan pepohonan rindang. Sesuatu yang tak di sangka muncul tiba tiba, suara ledakan pelontar mortir RPG-2 terdengar membahana. Tak diduga...., fretilin keparat menembakkan peluru mortir kaliber 60 mm mereka ke area terbuka di mana prajurit prajurit infanteri marinir tengah berada.

Lihat selengkapnya