Tujuh jam setelah prajurit-prajurit infanteri marinir itu diterjunkan, selama itu pula darah para prajurit yang terjerembab di sekitar tanah lapang dipenuhi bebatuan itu tumpah berhamburan. Namun pertempuran di sana belumlah hilang, sisa sisa prajurit infanteri marinir yang jumlahnya hanya tinggal belasan orang itu masih harus terus menghadang peluru peluru tajam fretilin yang bersarang di area perbukitan. “The killing zone...” area pembantaian itu pun masih terus dipenuhi dengan suara tembakan dan jeritan kematian.
Tak ada kata lelah, apalagi menyerah. Dalam gelimpangan keringat dan darah, belasan orang prajurit infanteri marinir yang tersisa semakin gencar melakukan perlawanan dengan tembakan terarah. Prajurit-prajurit itu tetap maju walaupun harus dengan cara merayap atau merangkak. Beberapa orang prajurit pemberani terlihat lari berhamburan ke depan sembari menembak. Sebahagian lagi yang luput dari sasaran tembak terus bergerak hingga berhasil mendekati area perbukitan ‘....sarang macan....’ di mana puluhan pasukan musuh tengah bersarang.
Begitu mengagumkan, secara perlahan namun meyakinkan, pasukan musuh fretilin yang tadi menguasai medan pertempuran berhasil mereka tekan. Beberapa orang prajurit fretilin yang melepaskan tembakan di sekitar area kaki perbukitan kini mulai kewalahan menahan serangan. Sebahagian dari merela terlihat bergerak mundur ke belakang, kemudian bertahan di sekitar lereng perbukitan. Bahkan, sebahagian lagi dari pasukan lawan terlihat lari ketakutan, lalu menghilang dalam kerimbunan hutan di sekitar area perbukitan.
*****
Siang kini perlahan mulai beranjak petang. Prajurit prajurit infanteri marinir yang tadi terjerembab di sekitar area tanah lapang akhirnya berhasil mendekati area kaki perbukitan. Pasukan musuh fretilin yang masih bertahan di sana terpaksa lari kocar kacir menyelamatkan badan. Sebahagian besar dari mereka kembali menuju area di puncak perbukitan, lalu bersembunyi di dalam kandang.
Nyaris saja para prajurit infanteri marinir itu berhasil menguasai medan pertempuran. Namun malang, sebelum mereka berhasil merebut markas lawan yang berada di atas area perbukitan, nyawa para prajurit marinir yang tengah gencar-gencarnya melakukan penyerangan itu ternyata kini berada dalam ancaman.
Kalah dalam pertempuran frontal saling berhadapan, satu kompi bantuan dari kesatuan artileri musuh fretilin lainnya yang tadi menyusup naik dari sisi lain area perbukitan ternyata tengah mempersiapkan pelontar mortir kaliber besar. Secara tak diduga..., lagi-lagi fretilin keparat kembali menembakkan peluru mortir kaliber 120 mm mereka dari lereng perbukitan. Suara dentuman yang tadi beberapa saat sempat menghilang kini kembali terdengar garang. “Duaaaar....! duuuumm....! buuuummmm....!”